periskop.id - Ketegangan lama antara Thailand dan Kamboja kembali memuncak dalam bentrokan bersenjata di perbatasan sengketa, Kamis pagi. 

Mengutip Antara, Kamis (24/7), sekitar pukul 07.45 WIB, baku tembak pecah antara pasukan darat kedua negara di kawasan Provinsi Sisaket. Konflik bermula saat pasukan Kamboja, dilengkapi senapan otomatis dan pelontar granat, mendekati titik posisi militer Thailand, setelah terdeteksi adanya drone pengintai di wilayah tersebut.

Pukul 09.40 WIB, situasi semakin genting. Pasukan Kamboja meluncurkan sistem roket BM-21 Grad ke arah wilayah Thailand, menghantam daerah padat penduduk di dua provinsi: Sisaket dan Surin. Serangan roket ini ditanggapi cepat oleh pihak militer Thailand, yang kemudian mengirimkan enam jet tempur F-16 milik Angkatan Udara untuk melancarkan serangan balasan pada pukul 10.51.

Serangan udara tersebut diklaim berhasil mengenai posisi strategis Batalion Infanteri ke-8 dan ke-9 milik Kamboja. Hanya tujuh menit setelah peluncuran, pilot Thailand melaporkan bahwa target telah berhasil dihancurkan. Ledakan besar dan kebakaran dilaporkan terjadi di wilayah perbatasan Kamboja, meski jumlah korban belum diketahui secara pasti.

Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Surasant Kongsiri, bentrokan terjadi di sedikitnya enam lokasi perbatasan. Imbas dari insiden ini, seluruh pos pemeriksaan antara kedua negara ditutup sementara. Ini merupakan tindakan paling tegas yang diambil sejak insiden terakhir pada Mei lalu.

Zona netral yang menjadi sumber konflik merupakan salah satu dari lima titik perbatasan yang belum terselesaikan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman mengenai survei dan penetapan batas darat antara kedua negara. Wilayah tersebut sering menjadi ajang ketegangan karena ketidakjelasan kepemilikan dan akses sumber daya alam.

Sejarah konflik antara Thailand dan Kamboja telah berlangsung selama beberapa dekade. Salah satu momen paling mematikan terjadi pada tahun 2008–2011 dalam sengketa seputar kuil Preah Vihear, yang menewaskan puluhan prajurit dan memicu kecaman internasional. 

Meskipun Mahkamah Internasional telah menetapkan batas wilayah, perbedaan interpretasi di lapangan membuat penyelesaian sulit tercapai.

Situasi saat ini mengingatkan publik pada pola lama: provokasi kecil yang berubah menjadi konflik berskala penuh. Langkah Kamboja meluncurkan roket Grad ke permukiman sipil mengundang sorotan tajam dari komunitas internasional, mengingat senjata tersebut memiliki radius dampak luas dan kurang akurat.

Penggunaan drone oleh Kamboja juga memicu perdebatan mengenai eskalasi teknologi dalam konflik modern. Di tengah dorongan diplomatik untuk perdamaian, tindakan militer justru menggambarkan realitas yang lebih suram. Pasukan Thailand yang semula meminta mundur, akhirnya terpaksa mengambil langkah represif untuk mempertahankan wilayahnya.

Kini, masyarakat di kedua sisi perbatasan menanti keputusan diplomatik. Apakah gencatan senjata akan segera disepakati, atau konflik lama ini akan memasuki babak baru?