Periskop.id – Kata 'pengemis' yang kini digunakan untuk menyebut orang yang meminta-minta di muka umum ternyata memiliki akar sejarah yang unik. Kata ini tidak hanya sekadar label sosial, tetapi juga berkaitan dengan tradisi Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada masa lalu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pengemis berasal dari kata dasar 'emis'. Kata emis sendiri memiliki makna, yaitu meminta-minta sedekah atau meminta dengan merendah- rendah dan dengan penuh harapan.
Asal usul kata pengemis dapat ditelusuri dari tradisi 'kemisan' atau 'kamisan' yang berlangsung pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono X (1893–1939). Menurut penelitian berjudul Berpangku pada Raja: Pengemis dalam Narasi Sedekah Paku Buwono X Tahun 1893-1939 oleh Resianita Carlina, tradisi ini merupakan upacara adat yang diselenggarakan setiap hari Kamis.
Dalam tradisi tersebut, Paku Buwono X akan keluar dari Keraton untuk membagikan udhik-udhik atau sedekah berupa koin kepada rakyatnya. Momen ini dimanfaatkan raja untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Awalnya, mereka yang menerima sedekah ini dianggap sebagai 'wong kemisan'. Namun, seiring waktu, istilah tersebut berevolusi menjadi 'wong ngemis' atau orang yang meminta-minta, hingga akhirnya dikenal sebagai 'pengemis'.
Kata pengemis diperkirakan muncul pada era 1890-an. Pada tahun 1939, kata 'ngemis' sudah memiliki makna meminta bantuan dana, yang menandai pergeseran arti dari penerima sedekah menjadi peminta-minta.
Tinggalkan Komentar
Komentar