Periskop.id - Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah meyakini, penetapan tarif resiprokal 19% yang diterapkan Amerika Serikat, akan memicu gelombang investasi dan pembukaan toko ritel di tanah air.
Budihardjo menjelaskan, tak hanya kesepakatan dengan AS, kesepakatan tarif nol persen dalam kerangka kerja sama Indonesia dan Uni Eropa (IEU-CEPA), juga diyakini membawa angin segar bagi sektor ritel.
"Saya melihat dari CEPA nol persen, (tarif) Trump 19%, kemungkinan indeks positif pengusaha naik," ujar Budihardjo di Jakarta, Rabu (23/7).
Situasi ini, lanjutnya, memberikan keunggulan kompetitif signifikan bagi Indonesia dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, menjadikan Indonesia tujuan yang lebih menarik bagi investasi asing.
"Dengan positif itu akan ada investasi, pembukaan toko, dan dari luar negeri saya lihat banyak masuk," ungkapnya.
“Otomatis, parameter itu kami lihat akan membuat Indonesia masih bisa 4,5% kalau bisa 5% lah mudah-mudahan (pertumbuhannya),” katanya menambahkan.
Indonesia berhasil menurunkan tarif resiprokal AS dari 32% menjadi 19%. Tarif 19% untuk Indonesia kini lebih rendah dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Sebagai perbandingan, Thailand dikenai tarif 36%, Laos 40%, Malaysia 25%, Vietnam 20% dengan ketentuan tambahan untuk transshipment, yakni proses pemindahan barang antarmoda transportasi.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso sebelumnya menyatakan, tarif rendah tersebut bakal memperkuat Indonesia sebagai tujuan investasi. Pasalnya, tarif tersebut dinilai lebih menarik untuk relokasi industri.
Kondisi ini diyakini membuka peluang baru bagi penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.
“Tarif impor nol persen untuk produk-produk AS saya kira tidak perlu terlalu dikhawatirkan. Apalagi kalau produk-produknya memang sifatnya bukan produk-produk yang akan berkompetisi dengan produk yang kita produksi di dalam negeri,” kata Susiwijono, Selasa (22/7).
Bukan Ancaman
Di sisi lain, pembebasan bea masuk bagi produk-produk Amerika tidak akan mengancam usaha kecil dan menengah (UKM). Budihardjo mengatakan, impor produk jadi dari AS, seperti pakaian atau sepatu bermerek, memiliki segmen pasar yang berbeda dengan produk-produk UKM lokal.
Ia bahkan menyarankan agar impor produk-produk premium semacam ini justru dipermudah, mengingat segmen pasarnya yang berbeda. Budihardjo menambahkan pembebasan bea masuk untuk produk-produk AS juga menjadi angin segar bagi sektor ritel dan pariwisata Indonesia.
Dengan tarif 0 persen, produk-produk AS berpotensi ditawarkan dengan harga yang lebih kompetitif dibandingkan negara-negara anggota ASEAN lainnya.
"Artinya nanti misalnya produk Amerika yang dijual di premium outlet di Indonesia bisa jadi yang paling murah, siapa tahu bisa begitu,” ucapnya.
Potensi harga menarik ini diharapkan dapat menarik minat pembeli dari negara tetangga untuk berbelanja di Indonesia.
"Jadi orang di Singapura kalau belanja ke Indonesia saja lah, itu kan bagus. Kami berharap orang bawa uang ke Indonesia kok," tambahnya.
Budihardjo menjelaskan, kekhawatiran persaingan impor tidak tertuju pada produk Amerika Serikat karena segmennya yang berbeda. Menurutnya, ancaman sesungguhnya justru muncul jika bea masuk 0 persen diterapkan untuk produk dari China.
"Kalau 0 persen untuk produk China, waduh jangan," ia memperingatkan.
Menurut dia, produk China cenderung memiliki kesamaan segmen pasar dan harga dengan produk UKM lokal, sehingga berpotensi menciptakan persaingan langsung yang merugikan.
Tinggalkan Komentar
Komentar