periskop.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kapitalisasi pasar modal Indonesia mencapai Rp15.000 triliun hingga 3 Oktober 2025. Jumlah investor juga terus meningkat, dengan 18,7 juta Single Investor Identification (SID) yang tercatat aktif di pasar modal.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyebut capaian ini sebagai bukti meningkatnya partisipasi publik sekaligus indikator kepercayaan masyarakat terhadap industri pasar modal. 

“Namun demikian, kepercayaan tidak hadir begitu saja. Kepercayaan merupakan fondasi utama di pasar modal, yang mana tanpa kepercayaan tidak mungkin pasar modal berfungsi efektif, sebagai sarana intermediasi antara pemilik modal dan pihak yang membutuhkan pendanaan,” ujarnya dikutip dari Antara, Selasa (7/10).

Inarno menegaskan, investor harus diyakinkan bahwa setiap transaksi di pasar modal berlangsung adil, transparan, dan aman. 

“Itu yang paling penting, baik dari sisi regulasi, tata perorangan maupun perlindungan data perorangan dan perlindungan data pribadi,” katanya.

Ia menjelaskan, OJK melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) mendapat mandat untuk memperkuat perlindungan konsumen di seluruh sektor jasa keuangan. 

“Mandat ini bukan hanya sekedar kewenangan administratif semata, melainkan lebih luas lagi pada komitmen kami untuk memastikan kepercayaan masyarakat tetap terjaga,” tambahnya.

Sebagai tindak lanjut, OJK telah menerbitkan sejumlah kebijakan penting. Pertama, POJK No. 50 Tahun 2016 tentang Penyelenggara Dana dan Perlindungan Pemodal, yang bertujuan melindungi aset investor jika terjadi praktik kecurangan.

Kedua, POJK No. 17 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi oleh Manajer Investasi, yang memperkuat tata kelola dan akuntabilitas dalam pengelolaan portofolio agar lebih berorientasi pada kepentingan investor.

Ketiga, POJK No. 22 Tahun 2023 mengenai Ketahanan Siber Lembaga Jasa Keuangan, yang mewajibkan setiap pelaku usaha jasa keuangan menjamin keamanan sistem informasi dan ketahanan siber sebagai bagian dari perlindungan konsumen.

Keempat, POJK No. 13 Tahun 2025 yang mengatur pelaporan insiden siber secara detail, termasuk langkah-langkah penanganannya.