Periskop.id - Lonjakan aktivitas belanja online di Indonesia membuat volume pengiriman paket meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Nah, di balik itu, masih banyak masyarakat yang belum menyadari risiko baru yang muncul, kebocoran data pribadi dan meningkatnya limbah kemasan.
Sebagai perusahaan jasa kurir nasional, PT. Citra Van Titipan Kilat (TIKI) pun mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam mengelola kemasan dan resi paket. Edukasi ini menjadi bagian dari komitmen TIKI dalam menciptakan ekosistem logistik yang lebih aman, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
“Label pengiriman yang menempel di paket berisi informasi pribadi seperti nama, nomor telepon, dan alamat lengkap. Jika dibuang tanpa dihapus, data ini berisiko disalahgunakan. Di sisi lain, meningkatnya volume pengiriman juga berarti meningkatnya limbah kemasan. Karena itu, edukasi kepada konsumen menjadi penting agar keamanan data dan kelestarian lingkungan bisa berjalan seimbang,” ujar Yulina Hastuti, Direktur Utama TIKI dalam keterangannya, Senin (10/11).
Sebagai bagian dari edukasi publik, TIKI membagikan beberapa langkah sederhana yang bisa diterapkan oleh masyarakat untuk membangun kebiasaan “smart shipping habit” atau kebiasaan cerdas dalam menerima dan mengelola paket:
1. Hapus atau robek bagian resi yang memuat nama, alamat, dan nomor telepon sebelum membuang kemasan.
Resi atau label pengiriman adalah sumber informasi pribadi yang sering kali diabaikan. Dengan menghapus atau merobek bagian ini, konsumen dapat mencegah potensi penyalahgunaan data oleh pihak tidak bertanggung jawab.
2. Gunakan kembali kemasan bekas dan dukung penggunaan kemasan ramah lingkungan.
Banyak kemasan seperti kardus, bubble wrap, atau paper wrap masih bisa digunakan kembali jika kondisinya baik. Pastikan label lama sudah dilepas atau ditutup dengan lakban baru sebelum digunakan.
TIKI mendorong kebiasaan “Reuse Before You Throw”. Langkah ini tidak hanya menghemat biaya tetapi juga membantu mengurangi timbunan sampah kemasan.
3. Pisahkan limbah kemasan dan kirim ke tempat daur ulang.
Kardus, plastik, dan pita perekat memiliki cara penanganan yang berbeda agar dapat didaur ulang dengan benar. Kemasan berbahan kertas sebaiknya disimpan dalam kondisi kering, sementara plastik pembungkus dapat dikumpulkan dan dikirim ke bank sampah atau gerai daur ulang di kota masing-masing.
Ukuran Kecil
TIKI, kata Yulina, menegaskan komitmen kuatnya dalam menjaga keamanan data dan meminimalkan dampak lingkungan dari seluruh aktivitas operasional. TIKI pun menerapkan berbagai lapisan perlindungan — mulai dari teknologi enkripsi, autentikasi berlapis, hingga pemantauan sistem secara real time — untuk memastikan data pelanggan tetap aman.
Untuk menjaga kerahasiaan informasi, label resi pada kemasan dirancang dalam ukuran kecil agar tidak menampilkan data secara berlebihan. TIKI juga menganjurkan penggunaan bukti resi digital melalui Aplikasi TIKI, sehingga pelanggan dapat melakukan pelacakan tanpa perlu menyimpan label fisik.
TIKI meyakini, perlindungan data pribadi merupakan tanggung jawab Bersama. Tidak hanya di sisi perusahaan, tetapi juga konsumen sebagai bagian dari ekosistem digital yang saling terhubung.
“Karena itu, perusahaan terus menginisiasi edukasi bagi pelanggan dan masyarakat tentang pentingnya menjaga keamanan data pribadi dalam setiap aktivitas pengiriman,” serunya.
Di sisi operasional, TIKI, kata Yulina, juga konsisten menjalankan berbagai inisiatif keberlanjutan secara internal. Perusahaan terus mendorong penggunaan kemasan ramah lingkungan, seperti plastik dengan kandungan OXIUM yang lebih cepat terurai, serta mengurangi pemakaian kertas melalui sistem digitalisasi dokumen pengiriman.
“Selain itu, TIKI memanfaatkan kembali kardus dan karung yang masih layak pakai, serta secara aktif mengedukasi pelanggan dan mitra tentang pentingnya prinsip Reuse, Reduce, dan Recycle (3R),” ucap Yulina.
Ia melanjutkan, untuk memperkuat sirkulasi kemasan yang berkelanjutan, TIKI mulai menerapkan sistem reverse logistics pada pengiriman tertentu. Di antaranya dengan pengumpulan kembali kemasan bekas antar agen dan cabang TIKI yang dapat digunakan kembali.
Melalui pendekatan ini, TIKI percaya tidak hanya membantu mengurangi timbunan sampah kemasan dari aktivitas logistik, tetapi juga berkontribusi dalam memperpanjang siklus hidup material dan menekan jejak karbon perusahaan.
“Kami percaya keberlanjutan bukan sekadar inisiatif tambahan, melainkan bagian dari tanggung jawab operasional yang harus dijalankan setiap hari,” ujarnya.
Ia menyebut, melalui inovasi kemasan ramah lingkungan, digitalisasi proses, hingga penerapan sistem reverse logistics, TIKI berupaya menciptakan rantai logistik yang lebih hijau dan efisien. “Langkah-langkah ini kami lakukan secara konsisten agar setiap kiriman tidak hanya sampai dengan aman dan tepat waktu, tetapi juga berkontribusi bagi lingkungan,” jelasnya.
Melalui kampanye edukasi ini, TIKI, kata Yulina, juga berharap masyarakat semakin sadar, menjaga kerahasiaan data pribadi dan mengelola kemasan secara bertanggung jawab, adalah bagian dari perilaku digital yang aman dan berkelanjutan.
“Di era digital, keamanan data dan kepedulian lingkungan bukan lagi isu terpisah. Keduanya harus berjalan beriringan agar aktivitas logistik dan gaya hidup digital masyarakat bisa tumbuh secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar