Periskop.id – Direktorat jenderal bea dan Cukai (DJBC) mengaku serius dan makin massif untuk menindak peredaran rokok illegal. Dari mulai penjualan fisik di warung-warung, hingga penjualan rokok illegal di e-commerce. 

“Jadi dalam dua minggu terakhir. Sesuai perintah Pak Menteri, kami melakukan operasi terhadap penjualan rokok melalui marketplace,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto dalam Media Briefing di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/9).

Khusus untuk penjualan rokok illegal tanpa cukai di e-commerce, ;anjutnya, DJBC menemukan sejumlah modus dari penjual untuk mengelabui penindakan dari petugas. Di anyranya dengan menutupinya dengan penjualan produk-produk legal seperti seperti produk kaos, mouse game, keyboard, sandal hingga pakaian dalam. 

“Memang itu sulit memang. Karena tidak mungkin dijual dalam bentukrokok. Ditawarkannya itu mesti dalam bentuk lain. Seperti kaos, tapi mereknya merek rokok. Kemudian mouse untuk game, keyboard. Bahkan sandal ataupun pakaian dalam. Tapi sebetulnya yang dijual rokok kalau di klik,” tuturnya. 

Untungnya, kata Nirwala, pihaknya bisa menemukan jejak dari distribusi rokok-rokok illegal dalam beragam merek tersebut. “Kami mencoba beli dan mengikuti. Kemudian kami dapat juga gudangnya. Bahkan kami bisa mengembangkan dan menangkap sekitar 650 slope,” serunya.

Untuk penjualan dalam skala kecil, DJBC pun menggunakan prinsip restorative justice atau penyelesaian hukum di luar pegadilan. Sedangkan untuk penjualan skala besar, DJBC akan mengenakan prinsip ultimum remedium berupa denda hingga 3-4 kali lipat dari tarif cukai yang seharusnya dikenakan. 

“Itu didenda sampai dengan tiga kali dari cukai yang harus dibayar, kalau masih dalam tahap penelitian. Kalau masuk dalam tahap penyidikan itu sampai 4 kali dendanya. Dan barang buktinya akan disita untuk negara. Terakhir, sudah ada yang dibayar hingga Rp500 juta,” tegasnya.

Untuk pengembangan, kata Nirwala, pihaknya juga kembali menjalankan operasi di sisi distribusi atau pengiriman. Menuerutnya, terjadi peningkatan penindakan di tahun ini. Sampai September 2025, jumlah rokok illegal yang ditemukan sudah mencapai 94% dibanding tahun sepanjang tahun 2024. 

“Di tahun 2024, selama setahun penuh dilakukan 20.282 kali penindakan, dengan barang bukti berupa rokok ilegal sebanyak 792, 03 juta batang rokok illegal. Kemudian di tahun 2025 sampai September, kami sudah melakukan penindakan sebanyak 12.041 kali dengan 745, 049 juta batang. Jadi ini memang gerakan kita akan lebih massif, baik di online maupun di pergerakan di pengiriman barang,” bebernya.

Bahkan, lanjutnya, di Kamis (25/9) malam, pihaknya berhasil menangkap 1,1 juta batang rokok ilegal di Semarang, 880 ribu batang di Jakarta. Dari penindakan di Semarang, nilai dari rokok ilegal tersebut mencapai Rp1,6 miliar dan potensi kerugian negara mencapai Rp1,06 miliar. Sedangkan penindakan di Jakarta dan sekitar Bekasi nilai barangnya mencapai Rp1,2 miliar dengan potebnsi kerugian negara sebesar Rp672 juta.

“Ada videonya, biar gak dikira hoax. Tapi akalau kita nangkap di jalan, bukan kita buat konten, tapi memang benar operasi,” ujar Nirwala. 

Di tempat yang sama, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa memastikan, pihaknya akan tegas membersihkan pasar dari barang-barang ilegal seperti rokok tanpa cukai, baik dari dalam maupun luar negeri. Namun bukan berarti poduk-produk tersebut diberangus sampai habis.

Bangun Sistem Khusus

Kementerian Keuangan, lanjutnya, justru akan membuat satu sistem khusus bagi industri hasil tembakau (IHT). Dia berencana melakukan sentralisasi industri rokok. Hal ini guna menangkal rokok ilegal.

"Ada mesin, gudang, pabrik dan bea cukai di sana jadi konsepnya sentralisasi. One stop service ini sudah jalan di Kudus dan Pare Pare. Kita akan kembangkan lagi supaya rokok ilegal masuk ke kawasan khusus mereka bisa bayar pajak sesuai kewajibannya," ujarnya.

Dengan strategi ini, Purbaya yakin rokok ilegal bisa masuk ke dalam sistem. Pada akhirnya, Kementerian Keuangan tidak hanya membela industri besar tetapi juga industri kecil.

"Jadi mereka bisa masuk ke sistem kita gak hanya bela perusahaan-perusahaan besar tapi kecil bisa masuk ke sistem dan tentunya bayar cukai. Kan kita atur mereka bisa kerja sama perusahaan-perusahaan besar," papar Purbaya.

Langkah ini dinilai strategis oleh Purbaya karena tidak akan membunuh industri kecil. "Kalau kita bunuh semua matilah mereka jadi tujuan kita untuk ciptakan lapangan kerja tidak terpenuhi juga. Jadi kita harus buat satu sistem khusus IHT," paparnya.