Periskop.id - Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, menyoroti wacana Rancangan Undang-Undang (RUU) Redenominasi Rupiah. Ia mengatakan, rencana tersebut kini relatif lebih mudah dijalankan dibandingkan sepuluh tahun lalu karena masyarakat semakin terbiasa bertransaksi tanpa uang tunai.

"Sekarang sudah banyak uang digital, sehingga efek biaya tambahan untuk mencetak uang mungkin sudah lebih berkurang dibandingkan sepuluh tahun lalu. Transaksi digital, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, kini sudah umum," kata Sunarsip kepada media, dikutip Jumat (14/11).

Meski kebutuhan mencetak uang kertas sudah jauh berkurang, pemerintah perlu menyiapkan literasi dan edukasi yang memadai kepada masyarakat. Sunarsip mengatakan bahwa dalam beberapa pertemuannya dengan berbagai kelompok masyarakat, banyak yang menanyakan perbedaan antara redenominasi dengan ‘sanering’ yang pernah terjadi pada masa lalu.

Ia menjelaskan keduanya berbeda, karena pada Sanering nilai uang bisa turun drastis. Misalnya, uang Rp1.000 yang turun menjadi Rp1 tidak bisa digunakan untuk membeli barang seharga Rp1.000.

“Kalau sekarang, redenominasi tidak mengubah daya beli. Misalnya, uang Rp1 juta menjadi Rp1.000, namun kita tetap bisa membeli barang seharga Rp1 juta. Hal inilah yang banyak dikhawatirkan orang, karena mereka mengira nilai uang akan turun (seperti Sanering),” tambahnya.

Sunarsip menegaskan bahwa pelaksanaan redenominasi membutuhkan persiapan regulasi, literasi, dan infrastruktur yang memadai. Wacana redenominasi rupiah saat ini merupakan usulan dari Bank Indonesia (BI), yang kemudian dijadikan inisiatif pemerintah untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029.

Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Hal ini masih menunggu momentum yang tepat, dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi, politik, dan sosial. Bank Indonesia sebelumnya menegaskan bahwa proses ini sudah direncanakan dengan matang dan melibatkan koordinasi lintas pemangku kepentingan untuk meningkatkan efisiensi transaksi dan memperkuat kredibilitas rupiah.

"Semestinya persiapan sudah dilakukan. Pemerintah bisa mulai mempersiapkan diri jika memang konsisten ingin menjalankan redenominasi sejak hari ini. Tentunya dibutuhkan regulasi dan payung hukum berupa undang-undang. Sambil itu, perbankan dapat menyiapkan infrastruktur teknologi yang diperlukan," tutup Sunarsip.