periskop.id - Harga emas dunia diprediksi bergerak volatil pada Senin, 10 November 2025, seiring dengan pergerakan rupiah dan kondisi pasar global yang masih bergejolak. Logam mulia di Indonesia diperkirakan akan mengikuti tren global, menjadi instrumen lindung nilai bagi investor yang waspada terhadap ketidakpastian pasar.

“Harga emas dunia pada Sabtu pagi ditutup di USD 4.001,30 per ons.  Jika harga emas melemah, support pertama berada di USD3.934, dan support kedua di USD3.837 per ons,” jelas Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas sekaligus Direktur PT Traze Andalan Futures, Ibrahim Assuaibi, Senin (10/11).

Sementara itu, jika harga emas menguat, resisten pertama diperkirakan berada di USD4.063, dan resisten kedua di USD4.133 per ons. Ibrahim menekankan bahwa volatilitas ini masih dipengaruhi pergerakan indeks dolar AS yang pada Sabtu pagi ditutup di 99,540 Di pasar domestik, logam mulia Antam ditutup pada Rp 2.299.000 per gram pada Sabtu pagi.

“Jika harga turun, support pertama berada di Rp 2.260.000 dan support kedua di Rp 2.200.000 per gram. Sedangkan jika naik, resisten pertama di Rp 2.320.000 dan resisten kedua di Rp 2.390.000,” ujar Ibrahim.

Rupiah yang kemarin ditutup di Rp 16.690 per dolar juga menjadi faktor yang memengaruhi harga emas domestik. Ibrahim menjelaskan bahwa jika rupiah melemah lebih lanjut, harga logam mulia berpotensi menembus level atas, sementara penguatan rupiah bisa menekan harga kembali ke level support.

Ketidakpastian global menjadi pemicu utama fluktuasi harga emas. Shutdown pemerintahan AS yang memasuki minggu keenam, PHK massal sekitar 150 ribu pekerja, serta tensi perang dagang AS-Tiongkok yang masih tinggi mendorong investor beralih ke emas sebagai safe haven. Selain itu, konflik Rusia-Ukraina turut memengaruhi pasar global.

“Kondisi geopolitik ini mendorong harga emas dunia melonjak, karena investor mencari instrumen lindung nilai ketika ekuitas dan komoditas bergolak,” tambah Ibrahim.

Meski ekonomi domestik menunjukkan pertumbuhan 5,04% pada kuartal ketiga, rupiah masih rentan terhadap tekanan eksternal. Ibrahim menegaskan bahwa aliran dana pemerintah melalui bank Himbara belum sepenuhnya mendorong likuiditas pasar, sehingga logam mulia tetap menjadi pilihan untuk menjaga nilai aset.