periskop.id - Rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.600–16.800 per dolar AS pada pekan depan, menyusul ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik. Pelemahan mata uang domestik turut mendorong minat investor pada emas dan logam mulia sebagai lindung nilai.
Rupiah ditutup pada level Rp16.690 per USD pada Jumat, dengan support di Rp16.600–16.670 dan resisten di Rp16.720–16.800. “Dalam satu minggu ke depan, rupiah cenderung bergerak dalam rentang tersebut, karena masih dipengaruhi faktor global yang besar,” ujar Ibrahim Assuaibi, Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas sekaligus Direktur PT Traze Andalan Futures, Sabtu (9/11)
Ketidakpastian global sebagian besar dipicu oleh krisis pendanaan pemerintah Amerika Serikat yang memasuki minggu keenam. Sekitar 750 ribu pegawai federal belum menerima gaji, sementara PHK massal mencapai hampir 150 ribu pekerja.
Selain itu, ketegangan perang dagang antara AS dan Tiongkok tetap tinggi. Rencana pembatasan ekspor chip canggih ke Tiongkok membuat pasar global bergolak dan memberi tekanan tambahan pada rupiah.
Konflik Rusia-Ukraina juga berkontribusi terhadap volatilitas pasar. Prediksi harga emas dunia untuk pekan depan diperkirakan berada di 3.837–4.133 USD per ons, sedangkan logam mulia Antam bergerak di Rp2.200.000–2.390.000 per gram.
“Investor biasanya melihat logam mulia sebagai lindung nilai ketika rupiah melemah dan pasar global tidak menentu,” kata Ibrahim. Hal ini membuat emas kembali menjadi pilihan utama untuk menjaga nilai aset.
Meski rupiah melemah, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan 5,04% pada kuartal ketiga, didorong belanja pemerintah, stimulus, dan konsumsi masyarakat.
ibrahim menekankan bahwa pelemahan rupiah masih mungkin berlanjut. Aliran dana pemerintah melalui bank Himbara belum sepenuhnya mendorong likuiditas pasar, sehingga rupiah tetap rentan terhadap tekanan eksternal.
Tinggalkan Komentar
Komentar