periskop.id - Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan sirene dan strobo pada kendaraan pengawalan. 

Ia menegaskan kajian ini akan melibatkan para pakar dan masyarakat untuk merumuskan formula terbaik sebagai respons atas maraknya kritik di media sosial yang menganggap penggunaannya mengganggu.

“Sambil nanti kami evaluasi yang terbaik seperti apa. Kami juga akan melibatkan masyarakat, kami akan melibatkan pakar untuk berdiskusi bagaimana tugas-tugas kepolisian untuk mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar,” kata Irjen Agus di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Senin (22/9).

Agus mengemukakan bahwa pengawalan terhadap kendaraan prioritas merupakan salah satu tugas yang harus dijalankan polisi lalu lintas. 

Namun, ia mengakui penggunaan strobo dan sirene akan dikaji ulang demi menjaga keselamatan seluruh pengguna jalan. 

Saat ini, penggunaannya pun dibekukan sementara hingga proses evaluasi tersebut selesai.

Pihaknya, kata Agus, sangat mengapresiasi masukan dan kritik dari masyarakat terkait isu yang populer dengan gerakan "Stop Tot Tot Wuk Wuk" ini. 

Sembari menunggu hasil kajian, ia juga meminta masyarakat untuk bisa saling menghormati di jalan ketika ada situasi yang memang mengharuskan penggunaan alat tersebut.

“Kami mengimbau dengan rendah hati agar supaya masyarakat juga ikut tertib bersama-sama. [...] Yang jelas mari kita saling menghormati bahwa jalan itu adalah ramah keselamatan,” ucapnya.

Secara terpisah, pihak kepolisian sebelumnya telah menegaskan bahwa penggunaan strobo dan sirene diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009. 

Pasal 135 dalam UU tersebut merinci kendaraan yang memiliki hak utama, seperti pemadam kebakaran, ambulans, mobil jenazah, serta kendaraan pimpinan lembaga negara dan tamu negara.

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menekankan, kendaraan pribadi dilarang keras menggunakan rotator maupun sirene. Pelanggar dapat dikenai sanksi sesuai Pasal 287 Ayat 4.

“Sanksi pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda Rp250 ribu,” jelas Ojo. Ia menambahkan, masyarakat boleh mengingatkan pengguna yang tidak sesuai peruntukan, namun harus tetap melihat situasi agar tidak menimbulkan kemacetan baru.