Periskop.id - Sebanyak 1.966 warga Palestina yang menjadi tahanan Israel, dikabarkan telah menaiki bus yang akan membawa mereka pulang, seperti dilaporkan Sputnik, Senin (13/10).
Mengutip laporan Reuters, kantor berita Rusia itu menyebutkan, warga Palestina itu dibebaskan dari penjara-penjara Israel, sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok perlawanan Hamas.
Presiden AS Donald Trump pekan lalu mengumumkan kesepakatan itu dan kedua pihak yang bertikai, akan menjalankan tahap pertama rencana perdamaian di Jalur Gaza. Selama tahap pertama tersebut, Hamas akan membebaskan warga Israel yang mereka sandera dan Israel akan menarik pasukannya ke garis yang telah disepakati di Jalur Gaza.
Israel juga akan membebaskan ratusan warga Palestina yang ditahan, termasuk mereka yang menjalani vonis seumur hidup. Sementara itu, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menyerahkan tujuh sandera pertama kepada militer Israel di Jalur Gaza, seperti dilaporkan stasiun penyiaran publik Kan pada Senin.
Pertukaran Tahanan
Sebelumnya, pertukaran tahanan dengan Israel berdasarkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza kemungkinan mulai dilakukan pada Senin (13/10), kata Mousa Abou Marzouq, pejabat kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
“Pertukaran tahanan mungkin dimulai pada Senin,” kata Mousa Abou Marzouq dalam wawancara yang disiarkan televisi pada Jumat (10/10).
Ia menegaskan, Hamas tidak berniat menjadikan proses penyerahan tahanan sebagai ajang militerisasi atau perayaan publik. Fase pertama kesepakatan gencatan senjata antara Hamas dan Israel mulai berlaku pada Jumat pukul 12:00 waktu setempat (16:00 WIB).
Menurut dokumen kesepakatan yang disiarkan stasiun TV KAN, Hamas akan membebaskan para sandera Israel yang masih hidup dalam waktu 72 jam setelah Israel meratifikasi kesepakatan itu.
Dokumen itu juga menyebutkan, Hamas akan memberikan semua informasi yang mereka miliki tentang sandera Israel yang tewas kepada mekanisme bersama yang akan melibatkan Turki, Qatar, Mesir, dan Komite Palang Merah Internasional (ICRC).
Israel memperkirakan 48 warga mereka yang disandera masih berada di Gaza, termasuk 20 orang yang diyakini masih hidup. Di sisi lain, lebih dari 11.100 warga Palestina ditahan di penjara-penjara Israel dan mengalami penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis. Banyak di antara mereka telah meninggal, menurut laporan media dan hak asasi manusia Palestina dan Israel.
Abou Marzouq juga mengatakan, Hamas memiliki posisi tawar yang signifikan dalam perundingan. Dia mengatakan, isu tahanan menjadi alasan yang kerap dipakai pemimpin Israel Benjamin Netanyahu "untuk membenarkan kelanjutan perang di Gaza."
Pejabat Hamas itu mengatakan, kelompoknya sedang bekerja sama dengan para mediator untuk mengatasi hambatan dan memastikan pembebasan para pemimpin Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Dia juga mengatakan bahwa tentara Israel telah mundur hingga ke "garis kuning", tetapi masih menguasai 53% wilayah Jalur Gaza. Garis penarikan pasukan yang ditetapkan oleh Israel, kata dia, "tidak akurat dan digambar secara sewenang-wenang."
"Hamas tidak akan menerima keberadaan Israel di wilayah yang saat ini mereka kuasai," kata Abou Marzouq.
Dia mengungkapkan, Amerika Serikat telah mengirim pasukan untuk memantau pelaksanaan gencatan senjata. "Pasukan ini tidak akan ditempatkan di wilayah Gaza, melainkan di Israel," katanya.
Abou Marzouq mengatakan, tahap selanjutnya akan difokuskan pada "proyek nasional" dan diskusi mengenai kemungkinan penempatan pasukan penjaga perdamaian di Gaza dan Tepi Barat.
Tinggalkan Komentar
Komentar