periskop.id - Perdana Menteri Bulgaria Rosen Zhelyazkov mengumumkan pengunduran diri kabinetnya setelah gagal membendung gelombang protes massal yang dimotori oleh kalangan mahasiswa dan generasi muda, hanya beberapa pekan sebelum target integrasi zona euro.
"Keputusan Majelis Nasional bermakna bila mencerminkan kehendak rakyat. Kami ingin berada di tempat yang diharapkan masyarakat," kata Zhelyazkov di hadapan parlemen, Kamis (16/12), seperti dilansir AlJazeera.
Tekanan terhadap pemerintah mencapai puncaknya ketika mahasiswa dari berbagai universitas di Sofia membanjiri jalanan ibu kota. Kelompok Gen Z ini menjadi motor penggerak demonstrasi yang jumlahnya membengkak hingga lebih dari 100.000 orang berdasarkan pantauan visual drone.
Massa menuntut perbaikan tata kelola negara yang dinilai sarat korupsi. Awalnya dipicu oleh rencana kenaikan pajak dan iuran sosial dalam anggaran 2026, tuntutan meluas hingga mendesak pemerintah mundur meski rencana anggaran kontroversial itu telah ditarik.
Kemarahan Gen Z dan publik juga menyasar sosok politisi sekaligus oligarki, Delyan Peevski. Tokoh yang telah disanksi AS dan Inggris ini dituduh menyetir kebijakan pemerintah demi kepentingan segelintir elite, memicu frustrasi mendalam di kalangan anak muda yang menginginkan pemerintahan bersih.
Merespons jatuhnya pemerintah, pemimpin oposisi Assen Vassilev menyebut momen ini sebagai langkah awal menuju kenormalan baru bagi Bulgaria.
"Langkah berikutnya adalah melaksanakan pemilu yang jujur dan bebas, bukan pemilu yang dikompromikan oleh manipulasi suara," ujar Vassilev.
Secara prosedur, pengunduran diri ini disampaikan hanya beberapa menit sebelum mosi tidak percaya digulirkan di parlemen. Presiden Rumen Radev kini harus segera memulai konsultasi untuk membentuk kabinet baru atau menunjuk pemerintahan sementara.
Krisis politik ini terjadi di momen yang sangat krusial. Negara Balkan berpenduduk 6,4 juta jiwa ini dijadwalkan mengganti mata uang Lev ke Euro pada 1 Januari mendatang untuk menjadi anggota ke-21 zona euro.
Analis politik memprediksi Bulgaria kemungkinan besar akan menghadapi pemilihan umum ke-8 sejak 2021. Situasi ini dikhawatirkan menciptakan parlemen yang kembali terfragmentasi dan menghambat stabilitas politik jangka panjang.
Selain isu domestik, ketegangan juga mewarnai proses transisi mata uang. Partai pro-Rusia Vazrazhdane mencoba memanfaatkan momentum ini untuk menunda integrasi euro, sebuah langkah yang dinilai analis sebagai upaya menjauhkan Bulgaria dari aliansi Barat.
Tinggalkan Komentar
Komentar