Periskop.id - Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI menetapkan, makanan tradisional Cingkhui dari Kabupaten Aceh Jaya sebagai Warisan Budaya Tak benda (WBTb).

“Dengan rasa syukur yang mendalam, kita bangga atas keberhasilan penetapan kerajinan Cingkhui sebagai WBTb," kata Bupati Aceh Jaya Safwandi di Aceh Jaya, Senin (13/10). 

Penetapan tersebut telah diputuskan dalam sidang WBTb Indonesia tahun 2025 pada 5 - 11 Oktober 2025 di Jakarta. Kabupaten Aceh Jaya menjadi salah satu daerah dengan karya budaya unggulannya yakni Cingkhui, kategori kemahiran kerajinan tradisional 2025.

Untuk diketahui, Cingkhui merupakan salah satu makanan tradisional yang berasal dari Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya yang dibuat dari puluhan dedaunan dan rempah. Karya budaya ini berhasil melaju ke tahapan sidang penetapan nasional, setelah melalui proses seleksi ketat di tingkat provinsi dan nasional oleh para ahli warisan budaya.

Dengan penetapan Cingkhui ini, kata ‎Safwandi, maka sudah ada tiga tradisi dari Aceh Jaya yang ditetapkan sebagai WBTb, yaitu Dike PAM Panga dan Seumeuleung Raja Daya juga sudah ditetapkan sebagai WBTb.

‎Ia mengungkapkan Aceh Jaya memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang layak mendapat pengakuan lebih, sehingga nilai-nilai tersebut tidak hilang ditelan masa. “Kami apresiasi kepada seluruh jajaran yang sudah susah payah mengurus agar Cingkhui ini tembus tingkat nasional. Keberhasilan ini untuk kita semua," ucap Safwandi.

Rateeb Meuseukat
Belum lama ini, Kemenbud RI juga menetapkan dua warisan budaya dari Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, yakni Rateeb Meuseukat dan Rateeb Minsa sebagai Warisan Budaya Tak-benda (WBTb) Indonesia Tahun 2025.

Alhamdulillah, berdasarkan hasil sidang penetapan, dua warisan budaya dari Kabupaten Nagan Raya, yaitu Rateeb Meuseukat dan Rateeb Minsa ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak-benda Indonesia tahun 2025 oleh pemerintah,” Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Nagan Raya Musiddiq seperti dilansir Antara di Meulaboh, Sabtu (11/10). 

Musiddiq menjelaskan ,Rateb Meuseukat adalah tari tradisional Aceh yang berasal dari Kabupaten Nagan Raya, yang diciptakan sebagai media dakwah Islam. Tarian tersebut dibawakan oleh perempuan, tidak menggunakan alat musik pengiring, tetapi mengandalkan vokal (syahi) dan ketukan tubuh penari serta diiringi alat musik rapa'i dan gendrang.

Makna nama Rateb Meuseukat berasal dari bahasa Arab, yaitu rateeb (ibadah) dan meuseukat (diam), serta lirik syairnya berisi pujian kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Kemudian Rateeb Minsa, kata dia, merupakan tradisi keagamaan yang dilaksanakan pada bulan suci Ramadan, tepatnya mulai tanggal 25 Ramadan hingga akhir bulan.

“Rateeb Minsa dilaksanakan setelah Shalat Tarawih hingga menjelang waktu sahur dan hanya diikuti oleh kaum pria. Tradisi religius ini menjadi salah satu wujud kekhasan masyarakat Nagan Raya,” jelasnya.

Sementara Rateeb Meuseukat, lanjutnya, berisikan syair-syair yang sarat dengan pesan-pesan dakwah Islam. “Berisi ajakan untuk menegakkan nilai-nilai amar makruf nahi mungkar. Rateeb ini biasa ditampilkan pada upacara keagamaan, hari-hari besar Islam, maupun upacara pernikahan,” ungkap Musiddiq.

Bupati Nagan Raya Teuku Raja Keumangan, mengapresiasi dan bangga atas keberhasilan dua warisan budaya daerah tersebut masuk dalam daftar WBTb Indonesia tahun 2025.

“Terima kasih kepada semua pihak, terutama masyarakat Nagan Raya, yang telah memberikan dukungan terhadap proses pengusulan ini kepada Kementerian Kebudayaan,” ujarnya.

Ia mengatakan, penetapan ini merupakan bentuk pengakuan nasional atas kekayaan budaya daerah, sekaligus wujud komitmen Pemkab Nagan Raya dalam melestarikan, memajukan, dan menguatkan nilai-nilai budaya daerah.