Periskop.id- Kadar garam, gula dan lemak (GGL) bukan hanya harus dicantumkan pada makanan kemasan, tetapi juga makanan siap saji untuk menanggulangi penyakit diabetes. Hal ini diungkapkan Kepala Unit Pengelola Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Budi Wibowo.

"Seperti di luar negeri, ke depan pada makanan siap saji, pemerintah mewajibkan untuk mencantumkan nilai kadar gula garam lemaknya," ujarnya dalam diskusi Tanggap Bencana Kentongan bertema "Keamanan Pangan: Peranan Laboratorium terkait Keamanan Pangan" di Jakarta, Senin (17/11). 

Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada Juli 2024, sebagai bagian dari upaya menangani masalah diabetes yang salah satunya menjadi penyebab seseorang harus menjalani cuci darah. Penyakit diabetes, menurut dia, beserta penyakit yang berkaitan dengannya seperti penyakit jantung dan stroke, menghabiskan pembiayaan kesehatan di Indonesia.

Sedangkan diabetes terkait dengan pola makan tak sehat khususnya terlalu banyak hidangan manis. "Penyebabnya adalah pola makan yang tidak baik. Biasanya terlalu banyak manis. Kemudian tidak diet. Sumber penyakit kita adalah melalui makanan. Oleh sebab itu mungkin diet kita ini perlu diatur," kata Budi.

Untuk mencegah terkena diabetes, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan batas konsumsi GGL per orang per hari, yakni 50 gram atau 4 sendok makan gula. Lalu, 2.000 miligram natrium atau 5 gram atau 1 sendok teh garam (natrium/sodium) dan lemak hanya 67 gram atau 5 sendok makan minyak goreng.

Obesitas dan Diabetes

Konsumsi GGL berlebihan memang dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan. Di antaranya obesitas yang meningkatkan risiko penyakit tidak menular (PTM) termasuk diabetes.

Di Jakarta, obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang masih ditemui. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, sebanyak 579.812 orang dari 1.720.658 orang yang telah dilakukan pengukuran lingkar perut melalui program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Jakarta, mengalami obesitas sental.

"Sekitar 33,7 % (dari orang yang diperiksa lingkar perut) mengalami obesitas sentral," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Sri Puji Wahyuni beberapa waktu lalu. 

Sementara itu, dari 446.116 orang yang dilakukan pemeriksaan tingkat aktivitas fisik, sebanyak 423.521 orang atau 94,94% dinyatakan kurang aktivitas fisik. Dari hasil pemeriksaan, temuan terbanyak berasal dari kelompok risiko penyakit kardiovaskular, terutama obesitas sentral dan kurangnya aktivitas fisik.

Berkaca dari temuan tersebut, Puji mengatakan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta akan memperluas kegiatan skrining faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) melalui dua pendekatan.

Salah satunya, di pelayanan berbasis fasilitas kesehatan di seluruh puskesmas, puskesmas pembantu dan Klinik Pusat Pelayanan Kesehatan Pegawai Pemprov DKI Jakarta, untuk melaksanakan kegiatan CKG secara rutin.