periskop.id - Pertamina Patra Niaga mengambil langkah tegas dengan memblokir 394 ribu nomor kendaraan yang terbukti melakukan kecurangan dalam pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kebijakan ini disebut sebagai upaya memperkuat pengawasan, memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran, serta menjaga keadilan bagi masyarakat yang berhak menerima manfaat.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI bahwa pemblokiran dilakukan setelah sistem digital perusahaan mengidentifikasi adanya praktik penyalahgunaan.
“Dari sisi pengawasan sistem subsidi, kami telah melakukan identifikasi fraud terhadap 394 ribu nomor kendaraan yang telah kita blokir untuk antisipasi maupun mitigasi adanya penyalahgunaan BBM subsidi di SPBU,” ujarnya dilansir dari Antara, Senin (17/11).
Meski tidak merinci bentuk kecurangan yang terjadi, Ega menekankan bahwa langkah ini bertujuan mencegah kendaraan yang tidak berhak kembali membeli BBM bersubsidi. Pertamina juga melakukan pembinaan terhadap 544 SPBU yang kedapatan melanggar aturan distribusi hingga pertengahan November 2025.
Selain pengawasan, Pertamina Patra Niaga memastikan distribusi energi tetap berjalan merata. Saat ini, perusahaan mengoperasikan 231 fasilitas energi yang mencakup terminal BBM, terminal LPG, hingga depo pengisian avtur. Jaringan distribusi diperkuat dengan 15.345 titik penyaluran, termasuk program BBM Satu Harga di 573 lokasi, yang bertujuan memperluas akses energi secara berkeadilan.
Digitalisasi menjadi tulang punggung pengawasan. Pertamina menerapkan sistem full QR Code untuk pembelian BBM subsidi jenis Solar dan Pertalite.
Dengan sistem ini, setiap kendaraan wajib terdaftar, sehingga transaksi bisa dipantau secara real-time. Model pengawasan berbasis teknologi ini sejalan dengan tren global, di mana negara-negara seperti India dan Brasil juga mengadopsi sistem digital untuk menekan kebocoran subsidi energi.
Ega menyebut program ini sudah menunjukkan hasil. Kuota Solar hingga Oktober 2025 terkendali di bawah 1,5% dari alokasi nasional, sementara konsumsi Pertalite tercatat masih di bawah 10% dari kuota tahun berjalan. Angka ini menunjukkan efektivitas sistem digitalisasi dalam menekan penyalahgunaan.
Di sisi lain, Pertamina Patra Niaga juga mendorong masyarakat beralih ke produk non-subsidi dan ramah lingkungan. Salah satunya adalah Pertamax Green, bahan bakar dengan campuran bioetanol yang lebih rendah emisi. Hingga kini, produk tersebut tersedia di 168 SPBU di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten.
Respons masyarakat terhadap Pertamax Green cukup positif.
“Animo masyarakat cukup baik, sales growth sampai dengan saat ini kurang lebih 80% dibanding tahun 2024,” kata Ega. Pertumbuhan ini sejalan dengan target pemerintah yang menekan ketergantungan pada BBM fosil dan memperluas penggunaan energi terbarukan.
Langkah Pertamina Patra Niaga mencerminkan strategi ganda: menjaga subsidi agar tepat sasaran sekaligus mempercepat transisi energi bersih.
Tinggalkan Komentar
Komentar