periskop.id - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah merencanakan penetapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang telah tertuang dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2026.
"Ini terkait dengan kesehatan masyarakat. Cukai pada dasarnya adalah instrumen yang kita pakai untuk membantu perilaku konsumsi, yang seringkali sebenarnya merupakan kebijakan dari KL terkait," kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Febrio Nathan Kacaribu dalam rapat bersama Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (17/11).
Diketahui, Kemenkeu telah menetapkan sebanyak dua cakupan objek cukai MBDK, yakni minuman berpemanis yang siap dikonsumsi dan konsentrat dalam kemasan untuk penjualan eceran. Febrio menjelaskan kebijakan pengenaan cukai pada MBDK sebenarnya telah diterapkan di banyak negara. Setidaknya terdapat sekitar 115 negara di dunia yang telah memberlakukan kebijakan tersebut.
"Kami sampaikan bahwa memang di banyak negara kebijakan ini sudah diterapkan. Kami melihat sedikitnya 115 yurisdiksi ini sudah menerapkan cukai terhadap MBDK," jelas Febrio.
Di kawasan Asia Tenggara, ia menyebut ada tujuh negara, yakni Kamboja, Laos, Brunei, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Timor Leste yang telah mengenakan cukai MBDK, dengan tarif rata-rata sekitar Rp1.771 per liter.
"Rata-rata yang diterapkan di kawasan ASEAN itu sekitar Rp1.771 per liter," terangnya.
Menurutnya, angka rata-rata tersebut dapat menjadi acuan bagi Indonesia untuk menyusun tahapan penerapan kebijakan serupa. Dia menambahkan bahwa kebijakan cukai ini nantinya tidak hanya berpotensi menjadi sumber penerimaan negara, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi minuman berpemanis.
"Nah, ini nantinya akan menjadi acuan supaya kita bisa melihat pentahapannya. Kita punya ruang untuk menetapkan ini sebagai sumber penerimaan negara, sekaligus sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi," tutup dia.
Tinggalkan Komentar
Komentar