periskop.id - Jelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, wacana kenaikan upah sebesar 8,5% hingga 10% yang disuarakan kalangan buruh menuai perhatian berbagai pihak. Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai, tuntutan tersebut perlu dilihat secara objektif agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi dunia usaha sekaligus tetap menjaga kesejahteraan pekerja.
Timboel mengatakan, penetapan upah minimum harus mempertimbangkan keseimbangan antara peningkatan daya beli pekerja dan keberlanjutan usaha. Kenaikan upah, menurutnya, memang penting untuk menjaga kesejahteraan pekerja dan keluarganya, namun tidak boleh sampai membebani pelaku usaha.
“Nah terkait dengan permintaan 8,5 sampai 10% ya menurut saya ini kan juga harus kita melihat objektivitas, berapa yang memang pas untuk bisa memastikan kesejahteraan pekerja meningkat, daya beli pekerja dan keluarganya tetap terjaga, serta kelangsungan usaha juga bisa berjalan baik,” ujar Timboel kepada Periskop, Sabtu (1/11).
Ia menegaskan, pemerintah perlu menyeimbangkan kebijakan kenaikan upah minimum dengan kondisi riil masyarakat. Penetapan upah, kata Timboel, sebaiknya berbasis pada kebutuhan hidup layak dan situasi ekonomi aktual agar tidak menimbulkan gejolak di dunia kerja.
“Jangan sampai juga ada kenaikan upah minimum yang akhirnya membuat biaya SDM terlalu mahal, sehingga banyak perusahaan memilih pindah ke daerah dengan upah lebih rendah, atau bahkan keluar negeri,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan pemerintah untuk mencegah aksi mogok nasional yang diancamkan sejumlah serikat buruh menjelang penetapan UMP. Menurutnya, isu tersebut bisa berdampak pada iklim investasi di Indonesia. Dia juga mengimbau kepada serikat buruh bersedia melakukan dialog agar dapat menghaslkan keputusan yang adil, baik dari pemberi kerja maupun penerima karja.
"Serikat pekerja ayo kita obrolkan, kita omongin supaya kita cari jalan tengah berapa kenaikan upah minimum yang bisa memastikan kesejahteraan upah tidak terjelas inflasi sehingga turun upah realnya dan kelanjutan usaha, keberlangsungan usaha dan pembukaan lapangan kerja bisa terus meningkat," tegas Timboel.
Lebih lanjut, Timboel menyarankan agar pemerintah tidak hanya bergantung pada pengusaha dalam memenuhi kebutuhan hidup pekerja. Ia mengusulkan adanya subsidi kebutuhan pokok bagi pekerja berpenghasilan sampai 15% di atas upah minimum, seperti yang telah diterapkan di DKI Jakarta melalui program Kartu Pekerja.
"Misalnya ada upah minimum Rp3.015.000, 15%nya itu Rp450.000. Kalau dia membeli kebutuhan pokok misalnya dia beli daging, beli beras, bisa disubsidi. Nah ini kan artinya daya beli masyarakat itu tidak hanya berbasis pada penerimaan upah tapi juga dari spendingnya pembiayaan yang disubsidi oleh pemerintah. Nah ini terjadi di Jakarta, iya. Di Jakarta namanya kartu pekerja," paparnya.
Dengan langkah tersebut, menurutnya, kesejahteraan pekerja dapat meningkat tanpa harus membebani pengusaha dengan kenaikan upah yang berlebihan.
Tinggalkan Komentar
Komentar