periskop.id - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengungkapkan bahwa pihaknya tengah mengawasi secara intensif dan khusus tujuh perusahaan asuransi yang berpotensi merugi hingga Rp19,34 triliun. Namun, ia tidak merinci nama-nama perusahaan tersebut.

Potensi kerugian itu, menurut Ogi, disebabkan oleh kemungkinan penurunan nilai manfaat yang bisa mencapai 52,91%. Hal tersebut disampaikannya dalam rapat panitia kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dengan Komisi XI DPR RI.

“Jadi di kami itu kategori pengawasan, ada pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus... Nah, ini 7 perusahaan berpotensi mengalami kerugian sebesar Rp19,34 triliun,” ungkap Ogi dalam rapat yang dikutip pada Rabu (24/9).

Selain tujuh perusahaan tersebut, Ogi juga memaparkan data mengenai perusahaan asuransi yang izin usahanya telah dicabut akibat gagal bayar (insolvent). 

Sejak tahun 2015, OJK telah mencabut izin usaha 10 perusahaan asuransi yang menimbulkan kerugian senilai Rp19,41 triliun.

“Sebagai data untuk melengkapi penjelasannya itu, bahwa sejak 2015 itu terdapat 10 perusahaan insolvent (gagal bayar) dan telah dicabut izin usahanya,” tambah Ogi. 

Pencabutan izin tersebut berdampak pada 30,17 juta pemegang polis, dengan estimasi penurunan nilai manfaat mencapai 52,09%.

Dari kesepuluh perusahaan tersebut, dua di antaranya adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. 

Ogi menjelaskan bahwa kedua perusahaan ini masih menjalani proses restrukturisasi yang belum rampung sepenuhnya.

“Tadi yang kami sebutkan Jiwasraya dan Bumiputera itu masih berjalan restrukturisasinya. Bumiputera itu sudah sebagian portofolio polisnya sudah dialihkan ke entitas baru yaitu IFG Life, tapi belum selesai 100%,” jelasnya. 

Untuk kedua perusahaan ini saja, OJK menghitung penurunan nilai manfaat dapat mencapai 47%.