periskop.id - Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Marta Tanjung mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi total terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Desakan ini disuarakan sebagai respons atas maraknya insiden keracunan yang dialami siswa di berbagai daerah setelah menyantap makanan dari program tersebut.
Dalam keterangan persnya pada Rabu (24/9), Fahriza meminta agar program tersebut dihentikan sementara selama proses evaluasi berlangsung untuk mencegah jatuhnya korban baru.
“MBG harus segera dievaluasi total pemerintah dan selama proses evaluasi program MBG harus dimoratorium dahulu. Ini soal menunggu giliran keracunan saja setiap daerah karena memang program MBG ini lemah perencanaan dan pengawasannya," kata Fahriza.
FSGI menyoroti kasus keracunan terbaru yang menimpa 364 siswa di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, pada Senin (22/9).
Insiden tersebut bahkan membuat Bupati Bandung Barat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Selain di Jawa Barat, FSGI mencatat adanya berbagai persoalan terkait program MBG di 14 provinsi lain, termasuk DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, dan NTT.
Selain risiko kesehatan bagi siswa, Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menyoroti adanya beban baru bagi para guru. Ia mengkritik adanya instruksi yang mengharuskan guru mencicipi makanan sebelum dibagikan kepada siswa, serta risiko ganti rugi jika wadah makanan rusak atau hilang dengan harga yang tidak wajar.
"Atau sekolah diminta ganti rugi ketika wadah stainless makan rusak/penyok dan hilang maka sekolah wajib mengganti Rp80 ribu meski harga jual di platform daring hanya Rp40 ribu," kata Retno.
Rekomendasi FSGI atas MBG
Menyikapi berbagai masalah tersebut, FSGI merekomendasikan agar proses evaluasi program MBG melibatkan seluruh pihak terdampak, mulai dari sekolah, guru, hingga orang tua murid, untuk mendapatkan masukan yang komprehensif.
"FSGI mendorong pemerintah membuka diri kepada publik untuk memberikan masukan atas pelaksanaan program MBG dengan beragam permasalahan," tegas Retno.
Federasi juga meminta pemerintah, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN), untuk mengubah tolok ukur keberhasilan program. Menurut FSGI, capaian MBG seharusnya tidak diukur dari jumlah penerima, melainkan dari kualitas gizi dan jaminan perlindungan terhadap anak.
"FSGI mendorong Pemerintah tidak mengejar target jumlah penerima MBG namun harus mengedepankan perlindungan anak. Apalagi banyak peserta didik jenjang PAUD yang juga mengalami keracunan," kata Retno.
Terakhir, FSGI mendesak Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk mengalihkan sisa anggaran MBG 2025 yang tidak terserap ke sektor pendidikan.
"Anggaran ini juga bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan-pelatihan," tutup Retno.
Tinggalkan Komentar
Komentar