Periskop.id - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo meminta persetujuan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, terkait rencana obligasi daerah atau Jakarta Collaboration Fund. Pembiayaan ini ditujukan sebagai salah satu pembiayaan kreatif (creative financing).

Menurut Pramono, creative financing perlu dilakukan untuk memastikan pembangunan Jakarta berjalan lancar meskipun mengalami penurunan anggaran, yakni dari Rp95,35 triliun menjadi Rp79,06 triliun.

“Kami meminta izin kepada Kementerian Keuangan untuk menyetujui Jakarta melakukan kreatif financing, di antaranya melakukan Jakarta Collaboration Fund atau obligasi daerah dan sebagainya, yang memang belum ada,” kata Pramono di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa.

Menanggapi rencana tersebut, Purbaya mendukung strategi Pemerintah Provinsi DKI untuk melakukan Jakarta Collaboration Fund. “Ambisi Pak Gubernur cukup tinggi rupanya. Dia ingin menciptakan fund Jakarta yang bisa tidak dipakai di Jakarta aja, tapi dipakai di tempat lain juga. Saya pikir kita akan mendukung strategi itu,” ujar Purbaya.

Sebelum dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, Pramono berencana mengembangkan program Jakarta Fund yang dikelola secara profesional untuk mendukung pembangunan ekonomi Jakarta. Jakarta Fund dimulai dengan modal sebesar Rp3 triliun yang berasal dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) APBD DKI Jakarta.

Dia memastikan dana tersebut dikelola secara profesional, tanpa campur tangan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). “Saya yakin ini akan menjadi revenue (pemasukan) baru bagi Jakarta,” tutur Pramono.

Evaluasi Dana Transfer

Di luar itu, Purbaya sendiri berjanji melakukan evaluasi dana transfer dari pemerintah pusat ke Jakarta, jika perekonomian sudah membaik pada kuartal kedua 2026.

“Ke depan, ketika ekonomi sudah berbalik, ketika pendapatan saya dari pajak dan kegiatan yang lain meningkat, menjelang pertengahan triwulan kedua 2026, saya akan evaluasi pendapatan saya seperti apa. Nanti kalau perkiraannya lebih, saya akan balikkan lagi ke daerah,” kata Purbaya di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa.

Keterbatasan Fiskal

Dia menjelaskan, pengurangan dana bagi hasil (DBH) ke Jakarta dilakukan karena keterbatasan dari sisi fiskal. Terkait nominal pemotongan Jakarta yang lebih besar dibandingkan daerah lain, dia mengungkapkan, hal itu diambil berdasarkan pertimbangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta yang juga lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya.

“Kalau lihat dari proporsional kan semakin besar, pasti semakin besar potongannya. Kira-kira begitu, sederhana itu. Itu kan semacam pukul rata berapa persen, dan dilihat juga kebutuhan daerahnya,” ujar Purbaya.

Lebih lanjut, dia mengatakan selama setahun ke depan akan memantau dan melihat jika Jakarta dapat bertahan dengan jumlah dana tersebut atau tidak. Apabila nantinya pendapatan negara membaik, dia pun berjanji kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung akan menghitung ulang dan melakukan evaluasi dana transfer untuk daerah.

Namun, Purbaya memberikan syarat agar nantinya dana tersebut tidak dibelanjakan untuk hal-hal yang melenceng. “Kalau lebih, saya akan redistribusi lagi ke daerah. Tapi dengan syarat tadi, belanjanya jangan banyak yang melenceng-melenceng,” tutur Purbaya.

Kendati demikian, dia mengucapkan terima kasih kepada Pramono yang dapat menerima keputusan tersebut dengan baik. “Saya mau mengucapkan terima kasih kepada Pak Gubernur, yang nggak banyak protes ketika dana bagi hasilnya saya potong banyak, hampir Rp20 triliun. Kayaknya masih bisa dipotong lagi. Hahaha,” canda Purbaya.