Periskop.id - Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DKI Jakarta Jhonny Simanjuntak mengaku, pasal-pasal pelarangan penjualan rokok dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sulit untuk diimplementasikan. Misalnya saja pada pasal yang melarang penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
"Sangat sulit nanti mengatur pedagang. Bagaimana jika usaha mereka lebih dahulu ada dari sekolah? Makanya saya sampaikan di Rapat Bapemperda,” kata Johnny di Jakarta, Jumat (21/11).
Dia juga memproyeksikan, pasal pelarangan itu dapat berujung bentrok antara pedagang dengan aparat penegak hukum. “Perda ini bisa tumpul. Tidak perlu diatur sebegitunya. Siapa juga yang bisa menegakkannya? Satpol PP? Jangan jadi ide gagah-gagahan, tapi tercabut dari realita," ujar Johnny.
Sebelumnya, sejumlah pedagang kaki lima, pedagang pasar dan pedagang warteg membentangkan spanduk penolakan Raperda KTR di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (20/11).
Dewan Pembina Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran mengatakan, pihaknya tegas menyatakan penolakan terhadap pasal-pasal pelarangan penjualan yang telah difinalisasi oleh Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD DKI Jakarta.
“Pasal larangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, sampai perluasan kawasan tanpa rokok di pasar rakyat sama saja dengan menghilangkan mata pencaharian pedagang pasar yang semakin hari semakin tergerus," ungkap Ngadiran.
Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki 153 pasar yang dikelola oleh Perumda Pasar Jaya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 146 pasar masih aktif beroperasi, sedangkan tujuh pasar lainnya telah dialihfungsikan. Sementara itu, jumlah pedagang pasar itu mencapai 110.480 orang.
“Ada seratus ribuan pedagang yang terdampak langsung dengan larangan-larangan Raperda KTR ini. Pedagang itu kan aset pasar yang harusnya dilindungi, diberdayakan," tutur Ngadiran.
Oleh karena itu, dia menambahkan APPSI mendesak Pemprov dan DPRD DKI agar pasar tradisional atau pasar rakyat dikecualikan dalam kategori “Tempat Umum” pada penerapan Raperda KTR secara secara keseluruhan.
Petisi Penolakan
Senada, Koalisi UMKM Jakarta telah menyerahkan petisi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ke DPRD DKI Jakarta. Koalisi UMKM Jakarta tersebut, terdiri dari pedagang kaki lima (PKL), warung kelontong, warteg, asongan hingga kopi keliling.
"Kita sudah bikin koalisi, sudah sepakat untuk 'Jaga Jakarta', untuk menolak Raperda KTR," kata Ketua Korda Jakarta Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Izzudin Zidan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (19/11).
Petisi Penolakan Ranperda KTR ini dibawa saat audiensi dengan pimpinan Bapemperda DPRD DKI Jakarta sebagai bukti penyatuan aspirasi lintas komunitas pelaku usaha.
Tak hanya ke Bapemperda, petisi penolakan juga akan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar Raperda KTR dapat ditunda pengesahannya.
"Harapan kami ditunda sampai nanti waktunya kita sosialisasikan lagi kepada para pelaku usaha untuk kita tinjau ulang, kita sosialisasi, kita kasih tahu akan ada peraturan daerah mengatur KTR ini," kata Zidan.
Sementara itu, Sekjen Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Salasatun Syamsiyah mengatakan, kehadiran Perda KTR dikhawatirkan bakal menjadi peluang pungutan liar (pungli) oknum tertentu. Salasatun khawatir, pelaku usaha warteg dikenakan biaya-biaya lain di luar ketentuan, agar usahanya tidak dijatuhi sanksi dari penegakan Perda KTR.
"Dievaluasi kembali untuk rumah makan, warteg, tolong. Suara kami dari warteg-warteg ini didengar betul," ujar Salasatun.
Bukan Larangan Merokok
Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) bukan melarang aktivitas merokok, tetapi pembatasan untuk para perokok, terutama di lingkungan pendidikan.
Beberapa waktu lalu, Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR DPRD DKI Jakarta telah memutuskan untuk tetap mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.
"Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain,” kata Khoirudin.
Namun demikian, kata Khoirudin, berjualan rokok tetap diperbolehkan di tempat-tempat tertentu seperti tempat hiburan dan kafe. Sebab, menurut Khoirudin, jangan sampai kegiatan merokok para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain. "Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya," tuturnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar