periskop.id - Mata uang rupiah ditutup melemah 24 poin pada perdagangan Selasa (16/12), setelah sempat turun 30 poin ke level Rp16.691 dari penutupan sebelumnya di Rp16.667. Menurut pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi menjelaskan, pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal dan internal.

“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp16.650- Rp16.690,” ujar Ibrahim, Selasa (16/12).

Dari sisi eksternal, pasar fokus pada data ekonomi Amerika Serikat, terutama data penggajian non-pertanian untuk November yang dirilis Selasa sore. Data ini dipantau untuk melihat tanda-tanda pendinginan pasar tenaga kerja AS, beberapa hari sebelum data inflasi indeks harga konsumen utama November yang dijadwalkan Kamis mendatang.

“Kekuatan pasar tenaga kerja dan inflasi adalah dua pertimbangan terbesar The Fed untuk mengubah kebijakan, dengan bank sentral telah menegaskan kembali pendiriannya yang berbasis data dalam seminggu terakhir,” tambah Ibrahim.

Selain itu, perundingan gencatan senjata yang dimediasi AS antara Rusia dan Ukraina juga menjadi sorotan. Kemungkinan berakhirnya konflik dapat memengaruhi ekspor minyak Rusia. Pejabat AS mengisyaratkan adanya beberapa kemajuan, termasuk Kyiv yang bersedia menghentikan aspirasinya untuk keluar dari NATO, sementara Washington menawarkan jaminan keamanan bagi Ukraina. Namun, konsesi teritorial masih menjadi isu sensitif dan sulit dicapai.

Di dalam negeri, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2025 tercatat sebesar US$423,9 miliar atau setara Rp7.059,5 triliun (kurs Rp16.653), menurun dari posisi September 2025 sebesar US$425,6 miliar. Ibrahim Assuaibi menekankan bahwa ULN dikelola secara cermat dan terukur, serta diarahkan untuk mendukung program prioritas nasional.

“Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,2% dari total ULN Pemerintah), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (19,6%), Jasa Pendidikan (16,4%), Konstruksi (11,7%), serta Transportasi dan Pergudangan (8,6%),” jelas Ibrahim.

Meski ada peningkatan aliran modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional, Ibrahim menilai struktur ULN Indonesia tetap sehat. Rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat 29,3% pada Oktober 2025, dengan dominasi ULN jangka panjang mencapai 86,2% dari total ULN.

Bank Indonesia dan pemerintah terus memperkuat koordinasi untuk memantau perkembangan ULN. Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN.