periskop.id - Siti Hardijanti Rukmana, atau yang lebih dikenal sebagai Tutut Soeharto, putri sulung Presiden ke-2 RI Soeharto, kembali menjadi sorotan publik setelah statusnya sebagai salah satu nama yang masuk dalam daftar pencegahan bepergian ke luar negeri oleh Kementerian Keuangan mengemuka. 

Langkah ini diambil pemerintah sebagai bagian dari upaya penagihan piutang negara yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah.

Melansir data resmi Satgas Penagihan Hak Tagih Negara Dana BLBI, total kewajiban yang dikaitkan dengan Tutut berasal dari tiga perusahaan yang terafiliasi dengan namanya, yaitu;

  • PT Citra Mataram Satriamarga

Utang: Rp 191,61 miliar

Status: Belum pernah diangsur

  • PT Marga Nurindo Bhakti

Utang: Rp 471,47 miliar

Status: Pernah diangsur sekitar Rp 1,09 miliar

  • PT Citra Bhakti Margatama Persada

Utang: Rp 14,79 miliar + US$6,51 juta

Jika digabungkan, total kewajiban Tutut dan perusahaan-perusahaannya mencapai Rp677 miliar dengan tambahan utang dalam mata uang dolar AS sebesar US$6,5 juta.

Bagaimana Tutut Memiliki Utang

Semua berangkat dari krisis moneter 1997–1998, ketika banyak perusahaan besar di Indonesia mengalami kesulitan keuangan. Pemerintah melalui Bank Indonesia menyalurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk menyelamatkan sektor perbankan dan proyek strategis. 

Sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Tutut pun menerima fasilitas tersebut, namun kewajiban pengembalian tidak terpenuhi sesuai kesepakatan. Akibatnya, dana tersebut dikategorikan sebagai piutang negara.

Pasca-reformasi, pemerintah membentuk Satgas BLBI untuk menagih kembali dana yang macet. 

Pada 2021, Satgas ini dihidupkan kembali melalui Keppres No. 6/2021 dengan target menagih 48 obligor/debitur dengan total piutang senilai total Rp 110,45 triliun. 

Tutut termasuk dalam daftar prioritas penagihan, namun beberapa kali pemanggilan oleh Satgas hanya diwakili kuasa hukumnya dan belum menghasilkan kesepakatan pembayaran.

Tutut Dicekal

Pencekalan Tutut sudah dilakukan sejak  17 Juli 2025, Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani, menerbitkan Surat Keputusan Pencegahan Bepergian ke Luar Negeri terhadap Tutut. Tujuannya adalah memastikan proses penagihan berjalan tanpa hambatan. 

Setelah jabatan Menkeu beralih ke Purbaya Yudhi Sadewa pada 9 September 2025, Tutut mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada 12 September 2025. 

Ia beralasan bahwa statusnya sebagai warga negara yang dilarang bepergian ke luar negeri mengganggu aktivitas bisnis internasionalnya, sementara pemerintah menilai langkah ini sah dan perlu untuk mengamankan hak negara.