Periskop.id- Kucuran likuditas senilai Rp200 triliun ke bank-bank milik negara (Himbara), masih jadi perbincangan. Kali ini Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah berharap, penyaluran dana cangan pemerintah tersebut harus menyasar sektor usaha-usaha produktif menengah ke bawah atau UMKM.

Sebab jika dana tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh sektor korporasi, menurut dia, tidak akan menimbulkan dampak ekonomi ke bawah secara signifikan. Maka dari itu, dia meminta agar Menteri Keuangan juga menerbitkan panduan atas kebijakan itu.

"Seyogyanya ada PMK (Peraturan Menteri Keuangan) yang mengatur terhadap siapa saja yang berhak mendapatkan pinjaman atas Rp200 triliun tersebut," kata Said di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

Di sisi lain, dia menilai, kebijakan Purbaya tersebut tidak ada masalah dari sisi peraturan perundang-undangan. Sebab, kata dia, mekanisme tersebut diatur dalam Undang-Undang-Undang (UU) APBN tahun 2025.

Dalam UU tersebut, Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara berwenang untuk mengelola dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk disimpan selain di Bank Indonesia. Dalam hal ini, dana SAL bisa dipinjamkan kepada BUMN, BUMD, Pemda, dan badan hukum yang memiliki penugasan.

"Sehingga penempatan Rp200 triliun itu bagi DPR no issue. Justru isunya bagi DPR adalah Rp200 triliun itu agar mampu meningkatkan produktivitas, daya beli, sehingga ekonomi bisa tumbuh," tuturnya. 

Kredit Menganggur

Sebelumnya, Komisi XI DPR RI menyoroti penempatan dana Rp200 triliun ke bank Himbara di tengah masih tingginya kredit menganggur (undisbursed loan) yang telah menembus Rp2.000 triliun. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie Othniel Frederic Palit menilai, kebijakan tersebut berpotensi menambah beban tanpa memberikan dampak signifikan terhadap penyaluran kredit.

“Tambah Rp200 (triliun) kita enggak tau nih untuk apa. (Kredit nganggur) Rp2.000 triliun belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp200 triliun malah bikin beban,” kata Dolfie dalam rapat kerja dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta, Rabu.

Data OJK menunjukkan kredit menganggur per Juni 2025 mencapai Rp2.304 triliun, naik dari Rp2.152 triliun pada periode sama tahun sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan kredit per Agustus 2025 tercatat 7,56 persen (year on year/yoy) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 8,63 persen (yoy), sehingga rasio kredit terhadap DPK (LDR) berada di level 86,03 persen.

Menurut Dolfie, karena kredit belum tersalurkan secara optimal, dana Rp200 triliun yang bersumber dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pada akhirnya akan menjadi beban.

Suka-Suka Bank

Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, tidak ada petunjuk khusus untuk bank-bank anggota Himbara dalam menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun dari pemerintah untuk memperkuat likuiditas perbankan nasional dan menggerakkan perekonomian.

Menurut Purbaya, bank-bank Himbara dapat menyalurkan guyuran dana pemerintah tersebut sesuai keinginan, tanpa ada petunjuk (guidance) dari Kementerian Keuangan. 

Meski tidak ada petunjuk khusus, Purbaya mengatakan, Himbara dapat menyalurkan dana pemerintah dengan membiayai proyek yang sejalan dengan program prioritas Presiden Prabowo Subianto.

"Bebas, mereka bisa pakai sesukanya mereka. Guidance tuh gini, kalau mereka bingung nyalurin uangnya ke mana, kita akan ada semacam list of project yang mereka bisa financing," kata Purbaya usai menghadiri rapat dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka Jakarta, Selasa.

Namun begitu, Purbaya meminta lima bank Himbara yakni Mandiri, BNI, BRI, BTN dan BSI tidak membelanjakan dana tersebut ke dalam instrumen investasi, seperti Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

"Yang kami bilang, jangan dipakai beli bond, dan jangan dipakai beli SRB, hanya itu saja. Yang lain, market based, suka-suka mereka," ucapnya. 

Menurut Purbaya, penempatan dana pemerintah di Himbara dapat diakses oleh masyarakat dan bisa memberikan stimulus, serta menggerakkan perekonomian. Mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai kebijakan untuk mengucurkan dana Rp200 triliun kepada bank mitra pemerintah itu akan membuat perbankan menjalankan fungsinya secara profesional.

"Jadi saya memaksa market mechanism berjalan dengan memberi uang tambahan ke mereka. Jangan santai-santai saja, taruh uang di bank sentral, di obligasi, enggak ngapain-ngapain, enak banget. Sekarang mereka mesti berpikir sesuai dengan fungsi mereka. Fungsi untuk apa perbankan dibuat," tuturnya. 

Sebelumnya, Purbaya memutuskan untuk menggelontorkan dana pemerintah senilai Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Jumat (12/9). Kelima bank itu adalah PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI), PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk (BNI) dan PT Bank Mandiri Persero Tbk dengan nilai dana masing-masing sebesar Rp55 triliun.

Kemudian, PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) Rp25 triliun dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp10 triliun. Purbaya menjelaskan dana yang disalurkan ke BSI lebih kecil dibandingkan empat bank lainnya mengingat ukuran bank yang juga relatif lebih kecil.