periskop.id - Mantan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), mengaku menjadi korban praktik mafia tanah terkait lahan seluas 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan. JK menegaskan kasus serupa bisa terjadi di mana saja dan menimpa siapa pun.

“Bukan hanya di Makassar, praktik ini terjadi di berbagai tempat. Semua itu kriminal, dengan rekayasa hukum, pemalsuan dokumen, bahkan pemalsuan identitas orang,” ujar JK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11).

JK meminta masyarakat bersatu melawan praktik mafia tanah yang merugikan banyak pihak.
“Ini terjadi di mana-mana dan harus kita lawan bersama. Kalau dibiarkan, masyarakat akan terus menjadi korban. Saya sendiri adalah salah satunya,” tegasnya.

Sengketa yang menimpa JK berkaitan dengan lahan yang dibeli melalui perusahaannya, PT Hadji Kalla, dari ahli waris Raja Gowa lebih dari tiga dekade lalu. Lahan ini memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang sah sejak 1996.

Namun, lahan tersebut diklaim oleh PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD), anak perusahaan yang disebut memiliki afiliasi dengan Lippo Group. GMTD mengaku telah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Makassar dan berusaha melakukan eksekusi. JK menolak klaim tersebut karena ia tidak terlibat dalam gugatan itu.

“Kan menteri, Menteri Nusron sudah mengatakan itu yang sah milik saya. Mafia ini harus diberantas. Jadi, harus dilawan. Kalau dibiarkan, akan begini akibatnya,” imbuh JK.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, menegaskan bahwa sengketa ini merupakan “kasus lama” yang telah berlangsung puluhan tahun sebelum masa jabatannya. Kasus ini terungkap karena pemerintah sedang membenahi sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib.

JK menegaskan kembali pentingnya memberantas mafia tanah.
“Kalau dibiarkan, hal seperti ini akan terus terjadi. Kalau PT Hadji Kalla saja bisa diserang, apalagi masyarakat biasa,” ujarnya.