periskop.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan bahwa perusahaan multinasional dengan penjualan lebih dari €750 juta wajib membayar pajak minimal 15% di setiap negara tempat mereka berbisnis, sesuai aturan Global Minimum Tax (GMT). Kebijakan ini bertujuan mencegah pengalihan keuntungan ke negara dengan pajak rendah dan memastikan setiap grup perusahaan multinasional berkontribusi pajak secara adil di negara tempat mereka beroperasi.
"Dapat kami sampaikan pajak minimum global ini merupakan kebijakan perpajakan internasional, multilateral, yang mengatur bahwa setiap grup perusahaan multinasional dengan sales, consolidated, minimum €750 juta harus membayar pajak minimum sebesar 15% di setiap negara atau yurisdiksi tempat mereka beroperasi," ujar Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto dalam RDP bersama Komisi XI, dikutip Selasa (25/11).
Kebijakan ini dikembangkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20 Inclusive Framework sebagai bagian dari upaya Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk mencegah pengalihan keuntungan ke negara dengan pajak rendah.
Indonesia sendiri menerapkan kebijakan ini melalui PMK 136 Tahun 2024, yang menjadi dasar pelaksanaan pajak minimum global. Hal ini tertuang dalam Pasal 32A UU PPh, yaitu memberi kewenangan pemerintah membuat perjanjian internasional terkait penghindaran pajak berganda dan pencegahan penggerusan basis pajak, serta Pasal 54 ayat (2) PP 55/2022 yang berbunyi pemajakan ekonomi digital sesuai perjanjian internasional yang ditetapkan dalam peraturan menteri.
Bimo mengatakan Indonesia berpotensi memperoleh pajak minimum global melalui pajak tambahan (top-up tax) yang dihitung menggunakan mekanisme Income Inclusion Rules (IIR), Undertaxed Payments Rules (UTPR), dan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT).
"Untuk tahun pajak 2025, pembayaran top-up tax harus dilakukan paling lambat 31 Desember 2026 dan timeline implementasi di Indonesia yakni pada tahun 2024, diterbitkan PMK 136 sebagai dasar hukumnya, yaitu mulai tahun 2025 berlaku mekanisme Income Inclusion Rules dan Domestic Minimum Top-up Tax," tegas Bimo.
Bimo menambahkan, mulai tahun 2026 akan diterapkan Undertaxed Payments Rules (UTPR) beserta prosedur administrasinya. Pada periode ini, pihaknya akan melakukan sosialisasi kembali kepada wajib pajak dan petugas pajak, meningkatkan sistem IT, serta mempersiapkan Exchange of Information (EOI).
Sementara, di tahun 2027 dan seterusnya, akan dilakukan penyampaian dan notifikasi Global Intangible Low-Taxed Income Rules (GIR), penyampaian SPT dan PPh untuk pelaksanaan Global Minimum Tax (GMT), serta implementasi EOI atas GIR. Pada tahun 2028, akan dilakukan risk assessment dan pertukaran informasi terkait GIR dan notifikasi.
"GMT akan mengurangi efektivitas insentif pajak, namun sebatas pada entitas yang merupakan bagian dari grup korporasi global, multinasional enterprise, yang berada dalam cakupan GLUB rules. Di luar itu tidak akan terpengaruh. Kemudian pilar dua ini cenderung menggeser bentuk kompetisi insentif pajak korporasi dari tax holiday dan atau tax allowance menjadi refundable tax credit," tutur Bimo.
Tinggalkan Komentar
Komentar