periskop.id - Implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Provinsi Lampung berjalan timpang dan berisiko gagal melayani ratusan ribu siswa. 

Temuan dari inspeksi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap fakta bahwa baru 12 dari 57 dapur yang dibutuhkan yang beroperasi, sementara dua kabupaten sama sekali belum tersentuh program.

“Di Bandar Lampung, KPPU menemukan sejumlah tantangan dalam pelaksanaan program MBG di Provinsi Lampung. Berdasarkan data, dari kebutuhan sebanyak 57 dapur SPPG untuk melayani 217.595 siswa, baru 12 dapur yang aktif beroperasi,” ujar Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa (29/7).

Data KPPU menunjukkan, dari total target 217.595 siswa di seluruh provinsi, kapasitas pelayanan yang tersedia saat ini sangat terbatas. 

Dua wilayah, yakni Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat, tercatat belum memiliki satu pun Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur operasional.

Kesenjangan pelayanan diperparah dengan kinerja dapur yang sudah aktif. KPPU mencatat, distribusi makanan hanya menjangkau radius 2 kilometer, jauh di bawah standar jangkauan 7 kilometer. Hal ini membuat banyak sekolah yang seharusnya menjadi penerima manfaat tidak terjangkau oleh program.

Menurut KPPU, masalah di tingkat operasional ini berakar pada kelemahan proses seleksi mitra. M. Fanshurullah mempertanyakan kompetensi tim verifikasi dari Badan Gizi Nasional (BGN).

“Kami mempertanyakan kemampuan teknis tim verifikasi dalam melakukan kelayakan mitra karena belum adanya acuan khusus. Untuk itu perlu dibentuk tim ahli dengan kompetensi yang terukur,” ujar Ifan, sapaan akrabnya.

Inspeksi yang dipimpin langsung oleh Ketua KPPU pada Sabtu (26/7/2025) itu juga menemukan kendala lain di lapangan. Beberapa di antaranya adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) berkompetensi manajemen kuliner dan adanya keterlambatan dalam pelaksanaan pelatihan bagi para pengelola dapur.

Temuan-temuan ini menjadi dasar bagi KPPU untuk menyiapkan rekomendasi komprehensif kepada pemerintah. 

Beberapa usulan utama yang disiapkan antara lain adalah pemetaan wilayah prioritas yang belum terlayani dan perumusan perjanjian kemitraan yang lebih mengikat untuk menjamin akuntabilitas serta kinerja mitra pelaksana di lapangan.