periskop.id - Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) terus menggenjot distribusi beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) demi menjaga kestabilan harga di pasaran. Hingga pekan ketiga Agustus 2025, realisasi penyaluran beras SPHP telah mencapai 239,5 ribu ton. 

“Total realisasi penyaluran beras SPHP sepanjang 2025 sampai saat ini sudah menyentuh 239,5 ribu ton,” ujar Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dikutip di Antara, Senin (25/8).

Program SPHP tahun ini semula dirancang berlangsung sepanjang tahun dengan target distribusi sebesar 1,5 juta ton. Namun, penyaluran disesuaikan dengan kondisi produksi nasional. 

Pada awal tahun, tepatnya Januari–Februari 2025, pemerintah menyalurkan SPHP karena produksi beras menurun. Realisasi saat itu mencapai 181,1 ribu ton, terdiri dari 100,9 ribu ton pada tahap pertama dan 80,2 ribu ton saat momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri.

Memasuki masa panen raya, pemerintah menghentikan sementara distribusi SPHP untuk menjaga harga gabah petani tetap sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, yakni minimal Rp6.500 per kilogram. 

Namun, subsidi tetap diberikan untuk wilayah tertentu seperti Papua. Setelah panen selesai, penyaluran SPHP kembali dibuka sejak Juli dan ditargetkan mencapai 1,3 juta ton hingga akhir Desember. Per 22 Agustus, realisasi tahap ketiga telah menyentuh 58,4 ribu ton.

Arief menambahkan, capaian distribusi SPHP dalam dua tahun terakhir menunjukkan tren positif. Pada 2023, realisasi mencapai 1,196 juta ton atau 110,30 persen dari target 1,085 juta ton. Sementara pada 2024, penyaluran beras SPHP berhasil mencapai 1,401 juta ton atau 100,12 persen dari target 1,4 juta ton. 

“Tentunya melalui program intervensi perberasan pemerintah seperti SPHP beras dapat menjadi peredam fluktuasi harga beras, terutama beras medium,” kata Arief.

Beras SPHP dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah, yaitu Rp12.500 per kilogram untuk zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, Sulawesi); Rp13.100 untuk zona 2 (Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, Kalimantan); dan Rp13.500 untuk zona 3 (Maluku, Papua). Pembelian dibatasi maksimal dua kemasan atau 10 kilogram per orang dan tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan kembali.