Periskop.id - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menyatakan, empat produsen beras naik ke tahap penyidikan, dalam proses penanganan kasus dugaan produsen beras melanggar standar mutu atau oplosan.
"Saat ini kita sudah menaikkan sidik terhadap empat produsen besar, yakni PT FS, PT WPI, SY, dan SR," kata Kapolri dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Penetapan kenaikan empat produsen besar itu merupakan didapat setelah Satgas Pangan Polri memeriksa 16 produsen beras besar. Penyidik juga sudah memeriksa 39 orang saksi dan empat ahli serta melakukan penggeledahan, penyitaan barang bukti, hingga pemasangan garis polisi di tempat produksi maupun gudang milik produsen.
Kapolri mengatakan, pengungkapan kasus beras diduga melanggar standar mutu juga dilaksanakan di beberapa daerah. Di Polda Riau, kata Sigit, berhasil diungkap modus beras reject yang dioplos menjadi beras medium. Lalu, dikemas kembali dan dijual sebagai beras SPHP Bulog.
Kasus serupa juga ditangani di Kalimantan Timur dengan barang bukti sekitar 4 ton beras yang sudah diamankan.
"Kami berkomitmen menindak tegas praktik beras oplosan ini karena sangat merugikan masyarakat dan bertentangan dengan instruksi Bapak Presiden agar pangan betul-betul dijaga kualitas dan distribusinya," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan kasus pengoplosan beras oleh 10 perusahaan dengan 26 merek, telah diproses hukum dan saat ini naik ke tahap penyidikan.
"Yang kemarin ada 10 perusahaan, ada 26 merek sudah ditindaklanjuti dan sudah naik penyidikan," ujar Andi Amran, Selasa (29/7).
Amran menyebut total temuan sementara mencakup 212 merek yang diduga terlibat dengan 26 merek dari 10 perusahaan, di antaranya telah diproses hukum di Kepolisian dan Kejaksaan. Sebagaimana perintah Presiden Prabowo Subianto, Mentan menegaskan pemerintah berkomitmen menindak tegas para pelaku pengoplosan beras demi menjaga integritas pasokan pangan dan perlindungan konsumen.
"Saya kira kalau yang melanggar ditindak, itu perintah Bapak Presiden. Ditindak tegas," ucap dia.
Pada Senin (21/7), Presiden Prabowo dalam kegiatan peluncuran 80 ribu unit Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih di Klaten, Jawa Tengah, memerintahkan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menindak tegas praktik pengoplosan beras yang merugikan negara dan masyarakat.
"Beras biasa dibungkus dikasih stempel beras premium dijual Rp5.000, di atas harga eceran tertinggi. Saudara-saudara ini kan penipuan, ini adalah pidana. Saya minta Jaksa Agung dan Kapolri usut dan tindak, ini pidana," kata Prabowo.
Prabowo mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima, potensi kerugian akibat pengoplosan beras ini diperkirakan mencapai Rp100 triliun per tahun dan dinikmati segelintir kelompok usaha.
Kerugian tersebut dinilai berdampak langsung terhadap kemampuan negara dalam membiayai sektor-sektor vital, seperti pendidikan. Presiden meyakini Jaksa Agung dan Kapolri memiliki loyalitas terhadap bangsa dan rakyat Indonesia serta terhadap kedaulatan negara.
Menurut Presiden, selama masih memiliki kesempatan, pejabat negara harus berada di barisan yang membela kebenaran, keadilan, dan kepentingan rakyat.
"Jaksa Agung dan Kapolri, saya yakin saudara setia kepada bangsa dan rakyat Indonesia, saya yakin kau setia kepada kedaulatan bangsa Indonesia. Usut, tindak. Kita tidak tahu berapa lama kita masih di bumi ini, bisa sewaktu-waktu kita dipanggil Yang Maha kuasa. Lebih baik sebelum dipanggil, kita membela kebenaran dan keadilan, kita bela rakyat kita," tegas Presiden.
Modus Pengoplosan
Satgas Pangan Polri sendiri mengungkapkan, modus operandi produsen beras yang diduga memproduksi beras tidak sesuai dengan standar mutu yang tertera pada kemasan.
“Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku usaha yaitu memproduksi beras premium dengan merek yang tidak sesuai standar,” kata Kasatgas Pangan Polri yang juga Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helfi Assegaf.
Standar itu, kata dia, sebagaimana yang tercantum pada kemasan beras premium yang diproduksi. Helfi menerangkan, cara produksi yang digunakan untuk mengemas beras terbagi menjadi dua jenis, yakni cara modern dan manual.
Pada cara produksi modern, produsen hanya perlu mengatur berat beras yang dikeluarkan pada sebuah mesin dan beras akan keluar secara otomatis. Sedangkan pada cara manual, produsen memesan terlebih dahulu plastik kemasan beras yang mencantumkan komposisi yang tidak sesuai dengan beras yang dimasukkan.
“Mereka sudah pesan packing (kemasan) plastik sesuai komposisi. Dia tulis premium, sementara beras yang dimasukkan yang tidak ada standarnya. Jadi, dia menampung dari mana pun, diterima, langsung dimasukkan ke dalam kemasan, dia beri label,” ucapnya.
Helfi menuturkan, modus operandi tersebut memungkinkan pihaknya untuk menjerat tidak hanya tersangka perorangan, tetapi juga korporasi. “Kenapa demikian? Karena profitnya otomatis perusahaan akan menikmati,” katanya.
Jika menggunakan cara produksi modern, maka akan diketahui niat jahat oknum produsen karena telah mengatur terlebih dahulu isi beras kemasan. “Artinya niat jahat sudah di situ. Jadi tidak ada ‘saya enggak mengerti, tidak ada’ karena apa yang dia tekan itu langsung jadi isi kemasan itu,” ucap Helfi.
Jika dari cara manual, maka niat jahat terduga pelaku diketahui sejak awal telah mencantumkan jenis beras pada kemasan yang tidak sesuai dengan jenis beras di dalamnya.
“Dia dari awal sudah niatnya seperti itu. Sementara, beras yang dimasukkan, beras yang tidak ada standar,” imbuh Helfi.
Diketahui, Satgas Pangan Polri menemukan tiga produsen beras yang diduga memproduksi beras tidak sesuai dengan standar mutu sebagaimana yang tertera pada kemasan. Tiga produsen itu adalah PT PIM, PT FS, dan PT SY. Ketiganya memproduksi berbagai merek beras premium yang beredar di pasaran.
PT PIM memproduksi beras merek Sania. lalu toko SY memproduksi beras merek Jelita dan Anak Kembar, sedangkan PT FS memproduksi beras merek Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Beras Setra Pulen.
Akan tetapi, Satgas Pangan Polri belum menentukan tersangka lantaran masih dalam tahap penyidikan. Helfi mengatakan, Satgas Pangan Polri saat ini masih terus memeriksa sejumlah saksi dan ahli serta akan melakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka.
Tinggalkan Komentar
Komentar