Periskop.id - Di tengah tren digitalisasi pembayaran terus meluas, sejumlah besar negara, termasuk Indonesia, masih menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap penggunaan uang tunai. Ketergantungan ini mencerminkan adanya kesenjangan signifikan dalam akses terhadap layanan perbankan dan infrastruktur pembayaran digital.
Berdasarkan laporan Visual Capitalist (2025) yang memetakan penggunaan uang tunai, negara-negara termiskin menempati urutan teratas. Myanmar (98%), Ethiopia (95%), dan Gambia (95%) berada di puncak, yang secara langsung merefleksikan keterbatasan infrastruktur perbankan formal di negara-negara tersebut. Di negara-negara ini, rendahnya tingkat penetrasi internet dan biaya tinggi terminal kartu bagi pedagang menjadikan uang tunai sebagai sarana tukar-menukar yang paling sederhana, murah, dan dipercaya.
Menariknya, negara-negara berpendapatan menengah, yang secara ekonomi lebih maju, juga belum menunjukkan adopsi digital yang tinggi dalam transaksi harian. Negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Vietnam sama-sama mencatat penggunaan uang tunai sebesar 70%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (32%), Filipina (44%), dan Singapura (20%), menandakan bahwa perkembangan ekonomi menengah tidak otomatis menjamin adopsi pembayaran non-tunai yang cepat.
Tingginya penggunaan uang tunai di Indonesia dan negara sejenis dikarenakan sebagian besar penduduknya masih belum memiliki akses penuh ke layanan perbankan (unbanked). Akibatnya, uang tunai menjadi satu-satunya media yang praktis, meskipun hal ini membatasi kemampuan konsumen untuk menabung secara aman atau mengakses fasilitas kredit formal.
Padahal menurut data Bank Indonesia (BI), hingga Semester I 2025, QRIS telah menjangkau 57 juta pengguna dan 39,3 juta merchant yang 93,16% di antaranya adalah UMKM. Transaksi mencapai 6,05 Miliar transaksi senilai 579 Triliun Rupiah.
Artinya, digitalisasi pembayaran tumbuh, tapi belum cukup menggantikan peran uang tunai di warung, pasar tradisional, dan pedagang kaki lima.
Secara umum, negara-negara berpendapatan rendah hampir seluruhnya menggunakan uang tunai, dan penggunaannya baru mulai menurun seiring berkembangnya perekonomian suatu negara. Di antara negara-negara berpendapatan menengah, beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan, seperti Kamboja, Laos, Nepal, dan Pakistan, masih mencatat penggunaan tunai yang sangat tinggi, mencapai 90% dari total transaksi.
Adapun, data proporsi penggunaan uang tunai antarnegara yakni sebagai berikut:
| Peringkat | Negara | Persentase Pengguna Tunai |
| 1 | Myanmar | 98% |
| 2 | Ethiopia | 95% |
| 3 | Gambia | 95% |
| 4 | Albania | 90% |
| 5 | Kamboja | 90% |
| 6 | Laos | 90% |
| 7 | Lebanon | 90% |
| 8 | Nepal | 90% |
| 9 | Pakistan | 90% |
| 10 | Irak | 85% |
| 28 | Indonesia | 70% |
| 32 | Vietnam | 70% |
| 38 | Thailand | 65% |
| 79 | Filipina | 44% |
| 86 | Malaysia | 32% |
| 103 | Brunei | 20% |
| 109 | Singapura | 20% |
Tinggalkan Komentar
Komentar