periskop.id - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) milik TikTok Pte. Ltd. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan tindakan ini diambil sebagai sanksi atas ketidakpatuhan TikTok yang hanya menyerahkan data parsial terkait aktivitas siaran langsung selama unjuk rasa pada akhir Agustus lalu.
“Langkah ini merupakan bentuk ketegasan Pemerintah setelah TikTok hanya memberikan data secara parsial atas aktivitas TikTok Live selama periode unjuk rasa 25–30 Agustus 2025,” kata Alexander Sabar di kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta, pada Jumat (3/10).
Alexander menjelaskan bahwa permintaan data tersebut dilatarbelakangi oleh adanya dugaan monetisasi dari akun-akun yang terindikasi melakukan aktivitas perjudian online.
Komdigi secara spesifik meminta data lalu lintas, aktivitas siaran langsung, hingga informasi monetisasi seperti jumlah dan nilai gift yang diberikan pengguna.
Pihaknya telah memanggil perwakilan TikTok untuk klarifikasi pada 16 September 2025 dan memberikan tenggat waktu hingga 23 September untuk penyerahan data lengkap. Namun, melalui surat resmi, TikTok menyatakan tidak dapat memenuhi permintaan tersebut karena terikat oleh kebijakan dan prosedur internal perusahaan.
Sikap TikTok tersebut dinilai melanggar kewajiban sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020.
“Komdigi menilai TikTok telah melanggar kewajiban sebagai PSE Privat, dan kami mengambil langkah pembekuan sementara TDPSE sebagai bentuk tindak lanjut pengawasan,” tegas Alexander.
Ia menegaskan bahwa pembekuan ini bukan sekadar sanksi administratif, tetapi merupakan wujud kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari penyalahgunaan teknologi. Tujuannya adalah memastikan transformasi digital di Indonesia berjalan secara sehat, adil, dan aman.
“Komdigi berkomitmen untuk menjaga kedaulatan hukum nasional dalam tata kelola ruang digital, termasuk memberikan pelindungan bagi pengguna, khususnya kelompok rentan anak dan remaja, dari potensi penyalahgunaan fitur digital untuk aktivitas ilegal,” tutupnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar