periskop.id - Presiden Kolombia Gustavo Petro kembali melontarkan pernyataan kontroversial di tengah ketegangan diplomatik dengan Amerika Serikat. Ia mengusulkan agar markas Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dipindahkan dari New York ke Qatar. 

Menurutnya, langkah itu penting untuk memastikan lembaga internasional tersebut tetap dapat diakses semua negara anggotanya.

Melansir Antara, Jumat (3/10), usulan itu muncul setelah pemerintah AS mencabut visa Petro saat ia menghadiri Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan lalu. Washington menilai kehadirannya disertai “tindakan sembrono dan provokatif” yang dianggap mengganggu.

Melalui akun resminya di media sosial X, Petro menegaskan, “Saya mengusulkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa supaya markas Dewan Keamanan, setidaknya untuk sementara, dipindah ke Qatar.” 

Ia menilai lokasi baru akan lebih netral dan inklusif bagi semua pihak. Petro juga menekankan peran Qatar sebagai mediator yang berpengalaman dalam konflik global. 

“Saya kenal sang Emir dan rakyatnya dan paham pengalaman mereka,” ujarnya. Ia menilai Doha memiliki kapasitas untuk menjembatani dialog, terutama di kawasan Timur Tengah.

Selain itu, Petro mendorong Qatar segera mengambil langkah nyata dalam proses mediasi, khususnya terkait krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. Ia menekankan pentingnya memastikan akses pangan bagi warga sipil yang masih berada di bawah serangan militer Israel.

Pencabutan visa Petro oleh AS memicu reaksi keras dari pemerintah Kolombia. Sang presiden menilai keputusan itu menunjukkan Washington tidak lagi menghormati hukum internasional. Ia bahkan menyebut langkah tersebut sebagai alasan kuat untuk memindahkan markas besar PBB ke luar Amerika Serikat.

Kementerian Luar Negeri Kolombia turut mengecam tindakan AS, menuduhnya melanggar norma diplomatik dan berusaha membatasi kedaulatan negara lain. Bagi Bogotá, insiden ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan bentuk tekanan politik yang tidak bisa diterima.

Dengan usulan pemindahan markas DK PBB ke Qatar, Petro ingin menegaskan posisi Kolombia sebagai negara yang berani menantang dominasi Amerika Serikat. Meski belum tentu mendapat dukungan luas, gagasan ini menambah babak baru dalam hubungan diplomatik yang kian renggang antara kedua negara.