Periskop.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan masih menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto lebih lanjut, terkait rencana pembatasan gim daring (online), menyusul insiden ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta baru-baru ini. 

"Saya kira ini baru. Kami menunggu arahan berikut dari Presiden," ujar Staf Ahli Bidang Sosial Ekonomi dan Budaya Komdigi Raden Wijaya Kusumawardhana di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (11/11). 

Wijaya memastikan, setiap kebijakan yang disampaikan Presiden bakal ditindaklanjuti sesuai kewenangan masing-masing unit kerja. Terkait penanganan gim daring itu, ia menyebut sudah ada direktorat yang menangani secara khusus, yakni Direktorat Jenderal Ekosistem Digital.

"Apapun yang menjadi kebijakan Presiden, akan kita tindaklanjuti. Bentuknya seperti apa, nanti dari bu menteri saja yang akan menjawabnya," ucap dia.

Menurut Wijaya, Komdigi juga bakal menyesuaikan regulasi yang sudah ada, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).

Regulasi itu, kata dia, telah mengatur pembatasan tertentu terhadap sistem elektronik yang berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi anak. "Di situ memang sudah ada pembatasan, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan anak. Kami pasti akan melihat konteksnya ke sana," ujar Wijaya.

Komdigi, lanjut Wijaya, akan meminta para penyelenggara platform digital untuk mencermati aturan tersebut, terutama dalam memantau konten yang mengandung unsur kekerasan. Dia menegaskan konten kekerasan termasuk kategori konten negatif yang harus dihindari di ruang digital, selain hoaks, pornografi, dan judi daring.

"Konten kekerasan itu masuk konten negatif. Nah, itu juga harus kita hindari," ucapnya.

Meski demikian, menurut Wijaya, pembatasan konten di media sosial sejauh ini tetap mengacu regulasi yang berlaku. Dalam kasus ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta, kementeriannya masih menunggu hasil penyelidikan aparat penegak hukum sebelum mengambil langkah lebih jauh.

"Itu sebaiknya kami menunggu dulu hasil aparat penegak hukum. Kan tidak mungkin kami bertindak sendiri," tuturnya.

Dia menambahkan, pencegahan konten kekerasan di dunia digital tidak bisa dilepaskan dari peran sektor pendidikan. Menurut dia, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah menegaskan tiga hal besar yang mesti dihindari di lingkungan sekolah, yaitu perundungan, terorisme atau radikalisme, dan kekerasan seksual.

"Hal-hal seperti itu memang menjadi ranah mereka, tapi kami dari sisi Komdigi akan terus mendukung kebijakan pimpinan negara ini," ujar Raden Wijaya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dikabarkan tengah mempertimbangkan pembatasan penggunaan gim daring, menyusul insiden ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta.

"Beliau tadi menyampaikan bahwa, kita juga masih harus berpikir untuk membatasi dan mencoba bagaimana mencari jalan keluar terhadap pengaruh-pengaruh dari game online," ujar Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Minggu (9/11).

Empat Kementerian
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan, pihaknya siap membahas bersama lintas kementerian terkait arahan Istana yang meminta adanya pembatasan gim daring, pasca insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta pada beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, setidaknya ada empat kementerian yang harus terlibat guna membahas permintaan Istana tersebut, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan juga Kementerian Agama (Kemenag).

“Nanti kami memang harus bicara lintas kementerian. Ini kan paling tidak melibatkan 4 kementerian ya. Kami di Kementerian Pendidikan Dasar Menengah, kemudian KomDigi, kemudian Kementerian PPPA, dan juga Kementerian Agama. Paling tidak nanti kami harus duduk bersama membicarakan masalah ini,” kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti.

Keterlibatan empat kementerian ini, lanjutnya, karena kewenangan mengatur media, termasuk pembatasan isi konten gim daring bukanlah ranah pihaknya. Sehingga sejauh ini Kemendikdasmen hanya dapat menyampaikan usulan, terkait perlunya pembatasan akses terhadap konten gim daring yang bersifat negatif di kalangan anak-anak.

Beberapa waktu sebelumnya pihaknya juga sudah lebih dulu mengusulkan perlunya pembatasan akses terhadap gim daring, meskipun media tersebut memang membawa manfaat dalam proses pembelajaran peserta didik.

Mendikdasmen menilai akses peserta didik terhadap gim daring, khususnya yang memuat konten kekerasan dan ujaran kebencian, perlu dibatasi melalui regulasi. Iua mengakui, sulit mengawasi anak-anak ketika mereka tengah memainkannya di dalam ruang privat, seperti kamar tidur.

Ia menyebut, berbagai konten negatif dalam gim daring, memang dapat memengaruhi anak-anak untuk melakukan tindakan kekerasan, ketika mereka mengalami masalah tertentu. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan dalam gim tersebut.

“Kami sudah menyampaikan dari awal bahwa gim daring itu ada manfaatnya, ya itu adalah diskusi akademik yang sangat panjang. Gim sebagai media pendidikan, ya. Tetapi, gim yang tidak diawasi itu menjadi masalah tersendiri. Dan problemnya sekarang adalah, ya siapa yang bisa mengawasi ketika anak bermain gim? Apalagi ketika main gimnya dengan HP di kamar misalnya. Itu kan tidak ada yang bisa mengontrol,” bebernya.