Periskop.id - Pemerintah Indonesia akan melakukan investigasi terkait temuan zat radioaktif Cesium-137 (Cs-137) pada produk cengkeh asal Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Temuan ini menambah daftar kasus kontaminasi radioaktif pada produk pangan Indonesia, setelah sebelumnya paparan Cs-137 terdeteksi pada udang beku ekspor.

Dalam laporannya, FDA menemukan paparan Cs-137 pada cengkeh yang dikirim oleh PT NJS. Sebagai respons, FDA memblokir seluruh impor rempah dari perusahaan tersebut.

Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Pangan Bara Khrishna Hasibuan, di Jakarta, Selasa (30/9) menyatakan, laporan tersebut baru diterima. Karena itu, investigasi akan segera dilakukan.

“Sebetulnya sudah beberapa hari kami menerima laporan dari AS. Ternyata produk cengkeh juga terkontaminasi. Tapi ini masih laporan awal, jadi kami akan telusuri lebih lanjut sumbernya,” ujarnya. 

Ia menambahkan, fokus penanganan sebelumnya masih tertuju pada kasus kontaminasi udang, sehingga lokasi asal cengkeh yang terpapar masih belum diketahui.

Pada Agustus lalu, FDA juga mendeteksi kontaminasi Cs-137 pada udang beku yang diekspor oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS). Pemerintah merespons dengan membentuk Satuan Tugas Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Cs-137 untuk menyelidiki kasus tersebut.

Hasil penyelidikan menunjukkan, sumber kontaminasi berasal dari pabrik baja PT PMT di kawasan industri Cikande, Serang, Banten, yang menggunakan bahan baku berupa scrap metal atau serbuk besi bekas. Kontaminasi diduga menyebar melalui udara ke fasilitas pengemasan udang milik PT BMS yang berjarak kurang dari dua kilometer dari pabrik tersebut.

Selain itu, pemerintah juga menemukan 14 kontainer berisi scrap dari Filipina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang terdeteksi mengandung Cs-137. Temuan ini memperkuat dugaan, paparan radiasi tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar, tetapi juga dari kontainer yang digunakan dalam proses ekspor.

Pemerintah pun menegaskan komitmennya untuk menjaga keamanan pangan nasional. Termasuk akan terus berkoordinasi dengan lembaga internasional guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini.