periskop.id - Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga BI Rate sebesar 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) November 2025.

"(BI) mempertahankan suku bunga kebijakan sebesar 4,75% dalam Rapat Dewan Gubernur mendatang akan mendukung stabilitas Rupiah dan memperkuat kepercayaan terhadap sikap kebijakan Bank Indonesia," ucap ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam keterangannya, Rabu (19/11).

Riefky mengatakan Indonesia memasuki kuartal terakhir tahun 2025 dengan inflasi yang terus meningkat, tekanan eksternal yang kembali muncul, dan kehati-hatian investor yang semakin meningkat.

"Inflasi umum naik pada Oktober karena harga pangan tetap tinggi akibat gangguan pasokan terkait cuaca dan harga emas yang naik terus mendorong kenaikan komponen inti," jelas dia.

Pada saat yang sama, Riefky bilang arus keluar modal meningkat meskipun the Fed memangkas suku bunga, didorong oleh kekhawatiran yang meningkat terkait risiko fiskal dan quasi-fiskal, terutama setelah rencana pemerintah untuk mengambil alih utang kereta api berkecepatan tinggi Whoosh.

"Perkembangan ini melemahkan Rupiah dan meningkatkan pentingnya kredibilitas kebijakan," tegasnya.

Selain itu, dalam rapat FOMC Oktober 2025, the Fed menurunkan kisaran target suku bunga kebijakannya sebesar 25 basis poin menjadi 3,75% hingga 4,00%. Ini menandai pemotongan suku bunga kedua secara berturut-turut pada tahun 2025.

"Keputusan ini diambil walaupun inflasi sedang meningkat menjadi 3,0% secara tahunan (year on year/yoy) pada September 2025 dari 2,9% yoy sebulan sebelumnya," lanjutnya.

Riefky menambahkan meskipun the Fed kembali menurunkan suku bunga, yang dalam kondisi normal seharusnya mendorong aliran modal ke pasar negara berkembang, Indonesia justru mengalami aliran modal keluar yang terus berlanjut.

Antara pertengahan Oktober dan pertengahan November, aliran modal keluar bersih sebesar US$0,95 miliar tercatat di pasar obligasi dan saham Indonesia, yang hampir sepenuhnya disebabkan oleh penjualan oleh investor asing di pasar obligasi pemerintah.

"Arus keluar dari pasar obligasi mencapai US$1,77 miliar, sementara pasar saham mencatatkan arus masuk bersih sebesar US$0,82 miliar pada periode yang sama," tutupnya.