periskop.id - Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mochammad Firman Hidayat, memprediksi kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap mitra dagangnya akan terus melunak. Hal ini seiring dengan pemenuhan kepentingan domestik AS dan tekanan inflasi.

"Kita sih optimis kebijakan Trump akan terus melunak. Trend-nya akan menurun," ujar Mochammad Firman Hidayat, dalam acara Indonesia Economic Outlook di Depok, Jawa Barat, Senin (24/11).

Firman menjelaskan, berdasarkan analisis data inflasi AS, dampak kebijakan tarif terhadap ekonomi secara keseluruhan dinilai masih terbatas dan terkendali.

Namun, terjadi kenaikan harga yang cukup signifikan pada sejumlah produk tertentu, khususnya barang kebutuhan sehari-hari yang diimpor.

Kenaikan harga ini terjadi pada komoditas seperti daging, kopi, dan pisang. Komoditas tersebut merupakan barang yang tidak diproduksi di dalam negeri AS.

Kondisi inilah yang mendorong Pemerintahan Trump menambah daftar pengecualian. Pengecualian diberikan terhadap produk yang sebelumnya dikenakan tarif dari negara mitra dagang.

Menurut Firman, tren pelunakan tersebut diperkirakan akan berlanjut. Dampak dari tarif resiprokal ke depan dinilai akan semakin baik dibandingkan periode sebelumnya.

"Ini kita lihat trend-nya akan relatif seperti itu. Sehingga dampak dari tarif akan semakin relatif membaik dibandingkan sebelum-sebelumnya," katanya lagi.

Selain dampak langsung terhadap harga, Indonesia berpeluang memanfaatkan kebijakan tarif AS yang diterapkan ke negara mitra dagang.

Peluang itu adalah dengan menarik investor asing untuk membangun fasilitas produksi di Tanah Air, sebagai bagian dari relokasi pabrik.

Dari catatan DEN, saat ini ada 27 pabrik tekstil dan garmen dari Vietnam dan China yang serius berencana memindahkan basis produksinya ke Jawa Tengah.

Relokasi pabrik tersebut berpotensi besar menyerap tenaga kerja hingga mencapai 120 ribu orang di Indonesia.

Meskipun demikian, Firman menyampaikan relokasi pabrik tersebut membutuhkan dua kunci utama.

Kunci tersebut adalah percepatan perizinan dan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

"Kuncinya mereka butuh percepatan izin dan yang kedua yang harus kita lakukan SDM-nya harus ditingkatkan," ujar dia.

Sebagai bukti pelunakan kebijakan, Gedung Putih pada Kamis (20/11) telah mengeluarkan perintah eksekutif. Perintah ini menghapus tarif hukuman atas beberapa produk pertanian dari Brasil yang sebelumnya dikenakan tarif.

Daftar pengecualian yang baru ditambahkan mencakup sekitar 250 kategori, termasuk kopi, daging sapi, tomat, teh, rempah-rempah, buah-buahan, dan kacang-kacangan.