Periskop.id - Pemerintah didorong untuk kembali mempertimbangkan penerapan diskon tarif listrik sebesar 50 persen, menyusul potensi kebijakan tersebut dalam mendongkrak konsumsi masyarakat dan menjaga stabilitas ekonomi nasional. Kebijakan ini dinilai sangat relevan sebagai stimulus ekonomi yang dampaknya langsung dirasakan masyarakat.

"Untuk itu, pemerintah perlu menimbang kebijakan tersebut agar dilaksanakan kembali seperti pada periode Januari-Februari 2025 lalu. Kebijakan pemerintah berupa diskon tarif listrik dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat ke seluruh Indonesia," kata Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (5/10), seperti dilansir dari Antara.

Dampak Positif pada Konsumsi dan Inflasi

Menurut Abra Talattov, berkurangnya beban tagihan listrik akan memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengalokasikan pengeluaran mereka ke kebutuhan esensial lainnya, seperti bahan pokok dan layanan dasar. Hal ini pada gilirannya dapat meredam tekanan inflasi domestik.

Program yang sebelumnya dijalankan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama dua bulan ini diperkirakan mendorong tambahan konsumsi masyarakat.

Diskon tarif listrik pada dasarnya meningkatkan pendapatan riil masyarakat dengan mengurangi beban biaya. Efek ini memicu peningkatan marginal propensity to consume (MPC), di mana sebagian besar porsi pendapatan dialokasikan untuk konsumsi.

"Jadi, subsidi listrik menciptakan ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran pada barang dan jasa lain," ujarnya.

Kontribusi terhadap PDB

Tambahan konsumsi masyarakat yang terjadi pasca pemberian diskon tarif listrik tersebut pada akhirnya akan berkontribusi signifikan terhadap peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan PDB secara keseluruhan.

Abra menegaskan bahwa diskon tarif listrik merupakan opsi kebijakan yang relevan sebagai stimulus ekonomi, terutama mengingat besarnya peran konsumsi rumah tangga dalam perekonomian Indonesia.

"Konsumsi rumah tangga merupakan komponen terbesar dalam PDB Indonesia, yaitu sekitar 54,6 persen pada 2024. Dengan adanya penghematan biaya listrik, masyarakat akan mengalihkan pengeluaran ke sektor riil, sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di awal tahun," pungkasnya.