periskop.id - Aceh Film Festival (AFF) 2025 kembali digelar dengan menghadirkan beragam program, termasuk kompetisi film pendek internasional yang tahun ini menerima lebih dari tiga ribu submisi dari 120 negara.
“Kita hadirkan kompetisi film pendek internasional dengan lebih dari tiga ribu film submisi dari 120 negara,” ujar Direktur AFF, Jamaluddin Phonna, melansir Antara, Selasa (2/9).
Selain kompetisi, AFF 2025 juga memutar film dokumenter pemenang Oscar berjudul No Other Land, menyajikan program arsip nostalgia, dan menjadi ajang pertemuan komunitas film dari seluruh Aceh. Festival ini berlangsung pada 2–6 September 2025 di Theater Library dan Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, mengusung tema “Stratagem” atau siasat/strategi.
Jamaluddin menjelaskan, tema tersebut dipilih sebagai refleksi perjuangan para pelaku seni dan budaya di Aceh, Asia, dan dunia untuk terus berkarya di tengah keterbatasan infrastruktur dan ruang berekspresi.
“Maka, juga dihadirkan Program Aflamu, yaitu khusus film-film dari Timur Tengah yang menyoroti kedekatan budaya dan pengalaman konflik dengan Aceh,” katanya.
Ia menegaskan, seniman di Aceh dan di berbagai belahan dunia kerap dipaksa menemukan strategi untuk berkarya di tengah keterbatasan dana, fasilitas, dan kebijakan.
Karena itu, AFF tidak hanya menampilkan karya internasional, tetapi juga mengakar pada masyarakat lokal melalui Program Gampong Film, pemutaran layar tancap di desa-desa, serta kolaborasi dengan perupa muda Aceh untuk merancang karya seni visual festival.
“AFF bukan hanya ruang menonton, tetapi laboratorium sosial dan budaya. Kami berharap festival ini menjadi stimulan agar Aceh memiliki ruang menonton yang representatif, sekaligus memperkuat ekosistem perfilman lokal,” ujar Jamaluddin.
Direktur Program AFF, Adli, menambahkan bahwa festival ini juga menegaskan peran Aceh dalam percakapan global. Kehadiran film-film dari Timur Tengah diharapkan membuka perspektif baru bagi penonton lokal.
“Kami ingin sineas Aceh belajar dari pengalaman dan gaya penceritaan kawan-kawan di Timur Tengah. Ada banyak kesamaan nilai budaya dan sejarah yang bisa menjadi cermin sekaligus inspirasi,” ujarnya.
Sejak pertama kali digagas oleh Komunitas Aceh Dokumenter pada 2015, AFF telah menjadi ruang alternatif bagi masyarakat Aceh untuk mengakses film, berdiskusi, dan membangun jejaring kebudayaan.
Tinggalkan Komentar
Komentar