periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupisi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi pada layanan publik lainnya di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

Penyelidikan baru ini, menurut Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu berada di luar dua perkara pemerasan yang sudah berjalan, yaitu terkait pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

"Betul, kami juga sedang meneliti pelayanan-pelayanan yang lainnya," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Selasa (9/9).

Asep menjelaskan, langkah ini merupakan pengembangan dari penyidikan kasus sebelumnya. 

Penelusuran kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA justru membuka temuan adanya dugaan korupsi pada layanan publik lain, yakni sertifikasi K3.

Kasus RPTKA sendiri telah menjerat delapan aparatur sipil negara di Kemenaker sebagai tersangka sejak 5 Juni 2025. 

Dalam kurun waktu 2019–2024, para tersangka diduga telah mengumpulkan dana sekitar Rp53,7 miliar dari hasil pemerasan.

Modus operandinya adalah memaksa pemohon RPTKA untuk memberikan sejumlah uang agar izin kerja dan izin tinggal tenaga kerja asing tidak terhambat.

Sementara itu, kasus sertifikasi K3 yang terungkap kemudian telah menetapkan mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, dan sepuluh orang lainnya sebagai tersangka pada 22 Agustus 2025.

Dalam kasus ini, KPK menemukan adanya penggelembungan tarif pengurusan sertifikat K3 dari normalnya Rp275.000 menjadi Rp6 juta.