Periskop.id - Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Mashudi menyatakan, tujuh lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) akan rampung dibangun pada Desember 2025. Lapas dan rutan tersebut sedianya akan digunakan untuk mengatasi persoalan kepadatan warga binaan yang melebihi kapasitas (overcapacity).

"Kami berharap, mohon doanya, mudah-mudahan untuk tanggal 31 Desember nanti, tujuh lapas dan rutan itu sudah selesai. Kita bisa untuk mengurangi over daripada kapasitas yang ada di lapas dan rutan," ucap Mashudi saat jumpa pers di Kantor Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Jakarta, Senin (20/10). 

Dia mengatakan, lapas dan rutan yang sedang dibangun itu meliputi Lapas Kumbang di Nusakambangan. Kemudian di daerah Bagansiapiapi, Lhokseumawe, Jambi, Semarang, Solo, dan Pagaralam.

Menurut dia, tujuh lapas dan rutan itu diperkirakan bisa menampung sekitar 4.500 orang. "Yang bertingkah, kita masih kosong, banyak," ujarnya.

Selain itu, Mashudi mengatakan, ada pembangunan lapas dan rutan yang juga dijadwalkan rampung pada tahun 2026. Ditargetkan akan ada 14 lapas maupun rutan baru yang menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pada tahun depan.

"Kita targetkan satu tahun harus jadi," kata Dirjenpas.

Bersamaan dengan itu, dia menekankan urgensi pengembangan kompetensi sumber daya manusia pemasyarakatan. Mashudi mengakui pendidikan untuk petugas pemasyarakatan perlu lebih dimaksimalkan. 

"Pegawai itu mulai tahun 2014, tidak ada pelatihan, tidak ada pendidikan. Jadi, lulusan SMA, langsung terjun jaga di penjagaan," ucapnya.

Karena itu, ke depab, pihaknya berkomitmen untuk mendidik petugas pemasyarakatan. “Bagaimana dia bisa penjagaan yang benar bagaimana, patroli bagaimana, penggeledahan bagaimana. Kami akan ajari semuanya satu per satu," tuturnya.

Tak Mudah Diatasi

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra berusaha meyakinkan masyarakat, bahwa pemerintah berusaha untuk mencari jalan keluar permasalahan kepadatan lapas, melalui perbaikan peraturan perundang-undangan.

"Percayalah, kami akan mencoba mencari jalan keluar mengatasi masalah kepadatan lapas," ujar Yusril.

Ia mengakui, persoalan overcapacity atau kelebihan muatan lembaga pemasyarakatan di Indonesia merupakan hal yang tidak mudah diatasi. Apalagi, ia meyakini, sebanyak apa pun pemerintah membuat lembaga pemasyarakatan, kata dia, tidak akan pernah berhasil memberantas kejahatan itu sendiri, mengingat berbagai jenis kejahatan meningkat sejalan dengan terjadinya perubahan di dalam masyarakat.

"Karena itu, memang diperlukan satu pemikiran yang lebih dalam sebenarnya, baik perbaikan dari segi peraturan perundang-undangan terutama narkotika ini," ucap Yusril.

Berdasarkan Undang-Undang Narkotika yang saat ini masih berlaku, pengguna narkotika di tanah air masih dihukum pidana penjara. Yusril menyebut, salah satu pertimbangan yang sekarang berlangsung di tengah pemerintah adalah tidak memenjarakan pengguna narkotika lagi, tetapi merehabilitasi mereka.

"Apakah pengguna (narkotika) itu semestinya direhabilitasi oleh negara, sedangkan pengedar dipidana? Sementara kadang-kadang memang terjadi yang pengedar tapi pemakai juga, karena itu memang sangat selektif," ujar Yusril.

Kompleksitas tersebutlah yang masih digodok oleh pemerintah saat ini. Baginya, perlu ditemukan jalan keluar untuk mengatasi kelebihan muatan lapas yang lebih dari 50% penghuninya berasal dari kasus narkotika.

"Ini berat sekali bagi pembinaan narapidana. Membina mereka itu tidak mudah, apalagi orang yang jadi pengguna narkotika ditempatkan di satu lembaga dengan orang lain yang sebenarnya tidak menjadi pemakai," imbuh Yusril.

Kementerian Hukum RI sendiri mencatat, saat ini sebanyak 52,97% penghuni penjara, baik narapidana maupun tahanan, merupakan mereka yang terjerat kasus penyalahgunaan narkoba.

Secara keseluruhan, tercatat sebanyak 271.385 orang yang mendekam di lapas maupun rumah tahanan negara (rutan) se-Indonesia. Dengan demikian dari jumlah tersebut, sebanyak 135.823 orang di antaranya merupakan narapidana dan tahanan kasus narkoba.

Selain itu, jumlah narapidana dan tahanan di lapas tercatat sudah melebihi kapasitas tampung yang sebanyak 140.424 orang. Dengan begitu, terdapat angka overcrowded sebesar 97%.

Sekadar informasi, Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika tengah dipertimbangkan oleh Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman untuk masuk ke daftar Program Legislasi (Prolegnas) Prioritas 2025.

"Komisi III DPR RI mempertimbangkan usulan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) untuk memasukkan RUU tentang KUHAP, RUU tentang Narkotika, yang sudah carry over, ya, ke dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2025,” ujar Habiburokhman.