Periskop.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, hingga kini sekolah belum menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak dalam mengenyam pendidikan.

"Serentetan kasus perundungan, penganiayaan oleh teman sekelas korban maupun oknum guru yang berujung korban tewas, menunjukkan sekolah masih belum bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak," kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono di Jakarta, Senin (20/10), seperti dilansir Antara.

KPAI mencatat beberapa kasus perundungan teranyar, di antaranya siswa kelas VII (1 SMP) negeri di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, berinisial ABP (12), menjadi korban perundungan di sekolah oleh teman-teman sekelasnya hingga meninggal. Kemudian, siswa kelas 5 SD Inpres di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT, meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh oknum guru.

Juga kasus seorang siswa kelas tiga SD negeri di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, meninggal dunia karena menjadi korban perundungan teman-temannya.

"Kasus di Grobogan ini kami melihat kurangnya pengawasan dari pihak satuan pendidikan, sehingga kejadian perkelahian pemicu terjadinya kekerasan," kata Aris Adi Leksono.

Selain itu, KPAI menilai sistem deteksi dini terhadap situasi anak yang rentan menjadi korban maupun pelaku perundungan, tidak berjalan dengan baik. Pihaknya pun menyoroti pentingnya satuan pendidikan dalam menerapkan Sekolah Ramah Anak untuk menjamin, memenuhi hak-hak anak, dan melindungi mereka dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah.

KPAI juga mendorong pihak kepolisian untuk mengungkap motif sejumlah kasus tersebut dan memproses pelaku dengan mempedomani UU Perlindungan Anak serta UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Kami berharap kepolisian segera mengungkap motif pelaku, dan pelaku diproses berdasarkan UU Perlindungan Anak serta UU Sistem Peradilan Pidana Anak," kata Aris Adi Leksono.

Kapasitas SDM

Bimbingan Teknis

KPAI, lanjut Adi, juga menekankan pentingnya bimbingan teknis (Bimtek) untuk meningkatkan kapasitas SDM pada satuan pendidikan dan memperkuat layanan pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.

"Peningkatan kapasitas SDM dan layanan pencegahan serta penanganan kekerasan pada satuan pendidikan harus terus dikuatkan dalam bentuk Bimtek," kata Adi.

Pihaknya juga mendorong satuan pendidikan agar membangun sistem rujukan, dengan lembaga layanan anak lainnya. Dengan begitu, sekolah tidak sendiri dalam memberikan layanan perlindungan kepada anak.

Aris Adi juga meminta pemerintah daerah berperan dalam menangani kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan. "Pemda agar memberikan perhatian kepada keluarga korban dalam bentuk pendampingan psikososial, bantuan hukum, hingga bantuan sosial," imbuhnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarief mengingatkan, semua sekolah di Tanah Air harus mempunyai komitmen yang kuat dalam menghapus praktik perundungan.

“Seluruh pihak di sekolah harus punya komitmen kuat untuk menghapus praktik perundungan. Guru dan kepala sekolah harus jeli memantau perilaku siswa. Jangan menyepelekan tanda-tanda perundungan hingga akhirnya murid menjadi korban,” ujar Habib di Jakarta, Senin.

Dia menekankan, sekolah seharusnya menjadi tempat aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan atau perundungan. Ia mengingatkan pentingnya kewaspadaan dan kepedulian pihak sekolah terhadap gejala-gejala perundungan yang muncul di lingkungan pendidikan.

Habib meminta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), memberikan sanksi kepada pihak sekolah apabila terbukti gagal melindungi siswa dari praktik perundungan.“Guru dan kepala sekolah seharusnya mengetahui jika ada masalah yang dialami siswa. Jangan menutup mata seolah semua baik-baik saja, padahal ada anak yang menjadi korban. Sikap seperti ini jelas menyalahi komitmen sekolah untuk menciptakan rasa aman bagi peserta didik,” ujar Habib.