periskop.id - Sepekan terakhir, sorotan publik tertuju ke Riau. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak hanya berhenti pada operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Abdul Wahid (AW), tapi terus bergerak menggeledah satu per satu kantor vital di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Dari 'jatah preman' berkode '7 batang' hingga penyitaan dokumen anggaran di Dinas Pendidikan, berikut adalah rangkuman sepekan pasca-OTT yang menggoyang Riau.

Modus 'Jatah Preman' Rp7 Miliar

Semua bermula ketika Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengumumkan penetapan tiga tersangka dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (5/11).

“KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid) selaku Gubernur Riau, MAS (M. Arief Setiawan) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, dan DAN (Dani M. Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau,” kata Johanis Tanak.

Kasus ini terendus sejak Mei 2025. Saat itu, KPK mengidentifikasi adanya pertemuan di sebuah kafe di Pekanbaru antara Sekretaris Dinas PUPR (FRY) dan enam Kepala UPT.

“Pembahasan tentang kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada AW (Abdul Wahid) selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5%,” ungkap Tanak.

Fee itu, lanjut Tanak, adalah pelicin untuk penambahan anggaran 2025 di UPT Jalan dan Jembatan yang naik Rp106 miliar (dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar).

Namun, Kadis PUPR (MAS) yang merepresentasikan Gubernur, meminta fee lebih besar, yakni 5% atau setara Rp7 miliar.

“Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” tambah Tanak.

Kesepakatan haram itu kemudian dilaporkan kembali kepada MAS dengan menggunakan kode sandi “7 batang”.

Tanak membeberkan, dari kesepakatan Rp7 miliar itu, setidaknya sudah terjadi tiga kali setoran pada Juni, Agustus, dan November 2025, dengan total mencapai Rp4,05 miliar.

Sepekan Geledah Maraton KPK

Penetapan tersangka itu membuka kotak pandora. KPK tak berhenti dan langsung tancap gas melakukan penggeledahan di berbagai kantor vital Pemprov Riau.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, penggeledahan pertama menyasar Rumah Dinas Gubernur Riau pada Jumat (7/11).

Perburuan berlanjut ke "kandang" sang gubernur. Penyidik menggeledah Kantor Gubernur Riau pada Senin (10/11).

“Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), di antaranya yang terkait dengan dokumen anggaran pemprov Riau,” kata Budi, Selasa (11/11).

Tak hanya menggeledah, Budi menyebut penyidik juga langsung meminta keterangan dari Sekda dan Kabag Protokol di lokasi.

Perburuan bukti 'jatah preman' kemudian bergeser ke pusat pengelolaan uang daerah. Tim KPK menggeledah kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Riau pada Rabu (12/11).

Budi menyebut, temuan di BPKAD diduga kuat berhubungan dengan adanya "pergeseran anggaran" di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Seakan belum cukup, esok harinya, Kamis (13/11), giliran Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Riau yang disambangi tim penyidik.

“Dokumen dan BBE yang disita, masih terkait dengan penganggaran,” ujar Budi Prasetyo.

Budi menegaskan, seluruh barang bukti yang dikumpulkan dari berbagai lokasi itu akan diekstraksi dan dianalisis untuk membuat terang perkara ini.