Periskop.id - Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga pihak yang tersangkut dalam perkara hukum PT ASDP Indonesia Ferry. Keputusan tersebut disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan persnya bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/11).
"Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah ada hari ini, Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut," tuturnya.
Ia mengatakan, Presiden telah mengamati rangkaian komunikasi antara DPR dan pemerintah terkait dinamika kasus yang mencuat sejak Juli 2024 itu. Dasco menjelaskan, sejak kasus ASDP bergulir, DPR menerima berbagai pengaduan dan aspirasi dari masyarakat maupun kelompok masyarakat.
Menindaklanjuti hal itu, pimpinan DPR meminta Komisi III sebagai mitra sektor hukum, untuk melakukan kajian mendalam terhadap perkembangan penyelidikan perkara tersebut. Kajian itu kemudian disampaikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan atas proses hukum yang berjalan.
Perkara yang dimaksud adalah perkara nomor 68/PISUS/DPK/2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tiga nama pihak terkait, masing-masing Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Tjaksono.
Kasus ini bermula dari keputusan bisnis yang diambil oleh direksi PT ASDP pada tahun 2019-2022, yaitu proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Ira Puspadewi, selaku Direktur Utama saat itu, bersama jajaran direksi lainnya, menyetujui dan menjalankan proses tersebut.
Proses Akusisi
Belakangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan, adanya kejanggalan dalam proses akuisisi yang dinilai melawan hukum dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang seharusnya ada dalam keputusan korporasi BUMN. KPK menduga perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1,25 triliun, karena dinilai memperkaya pihak lain (pemilik JN).
Meskipun dalam persidangan terungkap bahwa Ira Puspadewi secara pribadi tidak menerima keuntungan finansial, hakim tetap memvonisnya bersalah karena kelalaian berat dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, juga menetapkan kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada tahun 2019–2022, telah merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.
Hakim anggota Mardiantos menyebut, kerugian negara terjadi akibat perbuatan korupsi tiga terdakwa yang telah menguntungkan pemilik dan penerima manfaat PT JN, Adjie, senilai kerugian negara.
"Perhitungan kerugian negara tersebut menggunakan metode net loss atau kerugian bersih," ucap Mardiantos dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (20/11).
Mardiantos menjelaskan kerugian bersih dimaksud, yakni selisih antara nilai yang dibayarkan atau yang menjadi kewajiban ASDP terkait transaksi akuisisi dengan nilai wajar semua aset dan kewajiban dari PT JN. Ia menuturkan uang yang dibayarkan ASDP kepada PT JN sebesar Rp1,27 triliun, yang meliputi pembayaran saham sebesar Rp892 miliar dan pembayaran 11 kapal afiliasi PT JN senilai Rp380 miliar.
Namun demikian, lanjut dia, terdapat pengurangan nilai kerugian negara sebesar Rp18,56 miliar yang merupakan penambahan dari nilai saham PT JN sebesar minus Rp96,29 miliar, serta nilai wajar 11 kapal afiliasi PT JN berdasarkan perhitungan ahli teknik perkapalan sebesar Rp114,86 miliar.
"Dengan demikian nilai kerugian keuangan negara yang terjadi adalah sebesar Rp1,27 triliun dikurangi Rp18,56 miliar sama dengan Rp1,25 triliun," ungkap dia.
Dalam kasus tersebut, ketiga terdakwa divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, sehingga merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.
Perbuatan korupsi dilakukan dengan mempermudah pelaksanaan Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT ASDP dan PT JN, sehingga memperkaya Adjie. Dengan demikian, Ira dijatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan serta denda Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Sementara Yusuf dan Harry dijatuhkan pidana penjara masing-masing selama 4 tahun, serta pidana denda masing-masing sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tinggalkan Komentar
Komentar