periskop.id - Mantan Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya. Ia menilai, OTT ini kembali membuka persoalan lama dalam praktik korupsi pengadaan di daerah.

Praswad menyoroti, praktik ini menunjukkan korupsi kepala daerah masih berputar pada pola yang sama dan belum disentuh secara fundamental.

Arisan Tender Bukan Modus Baru

Praswad menyampaikan, komitmen fee tender dan praktik “arisan tender” bukanlah fenomena baru dalam perkara korupsi kepala daerah. Skema ini telah lama menjadi pintu masuk strategis untuk menghimpun dana politik, memperkaya diri, dan membiayai kebutuhan non-anggaran di daerah.

“Hal tersebut mengingat alokasi anggaran untuk belanja terkait pengadaan adalah pintu masuk strategis sumber pemasukan dari Kepala Daerah, baik untuk membiayai kepentingan mesin politik, memperkaya pribadi maupun alokasi dana nonbudgeter yang menjadi kebutuhan daerah,” kata Praswad, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/12). 

Praswad menyebut, alokasi anggaran belanja pengadaan sering dimanfaatkan sebagai sumber pemasukan oleh kepala daerah. Padahal, pekerjaan rumah ini harus disadari sebagai persoalan fundamental, tetapi belum ditemukan formula penyelesaian yang radikal. Akibatnya, praktik ini terus dipelihara oleh oligarki lokal dan dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.

“OTT kerap dipersepsikan hanya sebagai ‘kesialan’ dalam proses konsolidasi dana politik,” ujar Praswad.

OTT Harus Jadi Pintu Masuk Bongkar Sindikasi

Praswad menilai solusi atas persoalan ini harus diformulasikan secara tepat, tidak bisa berhenti pada penindakan permukaan. Ia mendorong KPK menjadikan OTT sebagai pintu masuk untuk membongkar jaringan arisan tender secara menyeluruh.

Penindakan yang tuntas harus mampu menjangkau seluruh penerima manfaat (beneficial owner) dari praktik korupsi tersebut. Tanpa upaya ini, korupsi pengadaan akan terus berulang.

“Ibarat sel kanker, tanpa penuntasan, praktik korupsi ini akan terus tumbuh,” tegas dia.

Di sisi pencegahan, Praswad menekankan pentingnya pembenahan sistem secara radikal. Salah satunya melalui penerapan perampasan aset terhadap peningkatan kekayaan pejabat publik yang tidak wajar (illicit enrichment).

“Perampasan aset bagi kenaikan signifikan kekayaan pejabat publik adalah kunci mendorong pejabat publik untuk menerapkan pendekatan pencegahan terhadap pejabat publik yang mencari jalan kekayaan melalui perbuatan curang,” ujar dia.

Selain itu, Praswad menilai pengaturan dana nonbudgeter perlu diperbaiki untuk mencegah pembiayaan di luar mekanisme resmi anggaran daerah. Pada bagian akhir, sektor pengadaan, penguatan akuntabilitas melalui pemeriksaan latar belakang dan respons cepat terhadap potensi fraud juga dinilai krusial untuk mengatasi korupsi.

Penguatan Independensi Audit dan Penegak Hukum Jadi Kunci

Praswad memberikan catatan penting bahwa pemberantasan korupsi pengadaan sangat bergantung pada independensi lembaga audit dan penegak hukum. Selama lembaga-lembaga tersebut masih menjadi bagian dari penerima manfaat, praktik korupsi akan terus berulang.

“Selama lembaga audit dan penegak hukum masih menjadi bagian dari penerima manfaat maka selama itu juga korupsi ini akan terus menjadi pekerjaan rumah KPK,” tegas eks penyidik senior KPK itu. 

Diketahui, selain Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya (AW), KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam dugaan korupsi PBJ. Empat tersangka lainnya, yaitu Anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), adik Bupati Lampung Tengah Ranu Hari Prasetyo (RHP), Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Bupati Lampung Tengah Anton Wibowo (ANW), dan Direktur PT Elkaka Mandiri Mohamad Lukman Sjamsuri (MLS).

Lima tersangka tersebut ditahan untuk 20 hari pertama pada 10-29 Desember 2025. Tersangka RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, tersangka AW, RHP, dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK. 

Perkara korupsi tersebut merugikan negara mencapai Rp5,75 miliar.