periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelusuri aliran uang suap Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya ke tim sukses (Timses) dan partai politik (parpol) pengusungnya di Pilkada 2024. Penelusuran uang tersebut dilakukan sebagai bentuk pemulihan aset (asset recovery).

“Kita akan menelusuri dengan metode follow the money, bagaimana uang yang diterima asalnya dari mana, kemudian larinya kemana, digunakan untuk apa,” kata pelaksana harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Mungki Hadipratikto, Jumat (12/12).

Mungki menjelaskan, penelusuran aset ini akan memiliki kemungkinan untuk membuka asal duit suap lainnya.

“Tidak tertutup kemungkinan mungkin ada sebagian sudah digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik yang lain,” tutur Mungki.

Mungki menjelaskan, pihaknya akan menggunakan berbagai macam teknik untuk menelusuri aset tersebut, termasuk bekerja sama dengan PPATK.

“Tekniknya tentu berbagai macam teknik kita gunakan, bekerja sama dengan PPATK tentu saja, kemudian juga dengan pihak perbankan dan pihak-pihak lainnya yang terkait,” jelas dia.

Diketahui, pada Pilkada 2024 lalu, Ardito Wijaya yang berpasangan dengan Komang Koheri diusung oleh PDIP. Calon bupati dan wakil bupati ini melawan pasangan Musa Ahmad dan Ahsan As'ad Said yang diusung oleh Partai Golkar, Gerindra, PKB, Partai Demokrat, Nasdem, PKS, PAN dan PSI.

Diketahui, selain Ardito Wijaya (AW), KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya dalam dugaan korupsi PBJ. Empat tersangka lainnya, yaitu Anggota DPRD Lampung Tengah Riki Hendra Saputra (RHS), adik Bupati Lampung Tengah Ranu Hari Prasetyo (RHP), Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah Lampung Tengah sekaligus kerabat dekat Bupati Lampung Tengah Anton Wibowo (ANW), dan Direktur PT Elkaka Mandiri Mohammad Lukman Sjamsuri (MLS).

Lima tersangka tersebut ditahan untuk 20 hari pertama pada 10-29 Desember 2025. Tersangka RHS dan MLS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Gedung Merah Putih KPK. Sementara, tersangka AW, RNP, dan ANW ditahan di Rutan Cabang Gedung ACLC KPK. 

Perkara korupsi tersebut merugikan negara mencapai Rp5,75 miliar.

“Di antaranya diduga digunakan untuk dana operasional Bupati sebesar Rp500 juta dan pinjaman bank untuk kebutuhan kampanye 2024 sebesar Rp5,25 miliar,” kata Mungki, dalam konferensi pers, di Gedung KPK, Kamis (11/12).