Periskop.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menyatakan, pertumbuhan kendaraan di Jakarta tak sebanding dengan ketersediaan dan pertumbuhan ruas jalan sehingga menyebabkan kemacetan.

"Menurut data Ditlantas Polda Metro Jaya, rata-rata pertumbuhan kendaraan di Jakarta mencapai 2,70% per tahun. Sementara pertumbuhan ruas jalan hanya sekitar 0,01 per tahun. Akibatnya, volume kendaraan semakin menekan ruang jalan yang ada," ujar Rano di Jakarta, Rabu (27/8). 

Dalam Apel Kolaborasi Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Provinsi DKI Jakarta di Lapangan Silang Monas, dia menyampaikan berdasarkan TomTom Traffic Index 2025, Jakarta menduduki peringkat ke-90 kota termacet di 500 kota dunia.

Untuk diketahui, berdasarkan data per 5 Mei 2024, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta saat ini mencapai sekitar 24,35 juta unit. Sementara itu, panjang jalan di Jakarta adalah sekitar 6.485 kilometer. 

Perlu diingat, pertumbuhan jalan di Jakarta hanya sekitar 0,01%, sedangkan pertumbuhan kendaraan bermotornya mencapai 3.000-4.000 unit. Ini menunjukkan, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta tumbuh lebih cepat daripada panjang jalan yang tersedia.

Selain karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan kendaraan dan ruas jalan, sambung dia, kemacetan juga disebabkan pemanfaatan angkutan umum yang masih minim. "Dari 20,2 juta perjalanan per hari di Jakarta, baru sekitar 22,19% yang menggunakan angkutan umum," ucapnya. 

Berkaca pada angka tersebut, dia menekankan pentingnya mendorong peralihan moda ke transportasi publik sebagai solusi jangka panjang. Selain itu, dia juga mengajak masyarakat agar beralih ke transportasi publik.

Di sisi lain, dia menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian dan pemerintah daerah dalam penanganan kemacetan.

"Saya percaya dengan kerja keras, kolaborasi, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen, Jakarta mampu membangun sistem transportasi yang aman, nyaman, berkelanjutan, dan inklusif demi mewujudkan kota global yang membanggakan," tegas Rano.

Menurut dia, urgensi penanganan kemacetan, salah satunya karena berdampak terhadap perekonomian. Studi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2019 mengungkapkan, kerugian akibat kemacetan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) mencapai Rp100 triliun per tahun.

Fakta tersebut, sambung Rano, setara dengan empat persen Produk Domestik Bruto (PDB) Jabodetabek atau enam kali biaya pembangunan proyek MRT fase pertama.

Untuk diketahui, Jalan TB Simatupang, salah satu arteri utama di Jakarta Selatan, kembali menjadi sorotan imbas kemacetan parah yang kerap terjadi pada jam-jam sibuk. Kondisi itu membuat banyak pengguna jalan mengeluhkan lamanya waktu tempuh saat melintasi kawasan tersebut.

Dinas Perhubungan DKI Jakarta bersama berbagai pihak terkait menyebut bahwa sejumlah proyek infrastruktur yang berjalan bersamaan menjadi penyebab utama tingginya kepadatan lalu lintas. Aktivitas konstruksi ini dinilai mempersempit lajur jalan dan menambah antrean kendaraan, sehingga kemacetan sulit dihindari.

Lantas, apa saja penyebabnya? Simak ulasannya berikut ini.

 

kemacetan TB Simatupang
Kendaraan bermotor terjebak kemacetan lalu lintas di Jalan TB Simatupang, Cilandak, Jakarta, Senin (4/8/2025). Antara Foto/ Sulthony Hasanuddi

 

Proyek Penyumbang Kemacetan
1. Peningkatan kapasitas pipanisasi air minum oleh Perumda PAM Jaya, meliputi area dari simpang Pasar Minggu hingga Ampera.

2. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (JSDP) oleh Perumda PAL Jaya, dari kawasan Ampera hingga SPBU Shell Fatmawati di Jalan Fatmawati Raya.

3. Galian Sistem Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga pada ruas dari SPBU Shell Fatmawati ke Jalan RA Kartini, Cilandak Barat.

4. Penyempitan jalan akibat adanya off-ramp Tol JORR pada kilometer 21, di mana kendaraan keluar tol langsung menyusuri jalan Fatmawati mengarah ke selatan, terutama pada jam sibuk sore.

Mayoritas proyek tersebut telah menyisakan hanya satu hingga dua lajur kendaraan, sehingga memicu antrean panjang dan tekanan lalu lintas yang tinggi.

Sekadar informasi, proyek pemasangan pipa air limbah oleh Perumda PAL Jaya yang ditugaskan kepada PT Rosa Lisca menjadi penyebab utama kemacetan. Meliputi panjang sekitar 2,5 kilometer dari simpang Cilandak KKO hingga simpang RS Fatmawati, pekerjaan ini dilakukan secara bertahap dan dibagi menjadi delapan seksi.

Saat ini penyempitan lalu lintas utamanya terjadi pada Seksi 3 (Cibis Park selatan) dan Seksi 5 (Wisma Raharja utara). Proyek ini diperkirakan baru akan sepenuhnya rampung antara November hingga Desember 2025.\

Asal tahu saja, kemacetan yang terjadi membuat laju kendaraan melambat hingga hanya sekitar 5 km/jam, sehingga banyak pengendara merasa waktu perjalanan mereka terbuang percuma. Seorang mahasiswa, Lutfi Zain (24) mengungkapkan, kondisi macet yang semakin parah menimbulkan kejenuhan dan kelelahan, terlebih baginya yang harus melintasi jalur tersebut setiap kali berangkat maupun pulang kuliah.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyebut, proyek ini termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN) milik Pemerintah Pusat yang menambah tingkat kesulitannya dalam penanganan kemacetan. Ia pun memerintahkan Dinas Bina Marga, Dishub, dan Satpol PP untuk mengecilkan bedeng-bedeng proyek serta menyatakan, akan menyurat ke pihak pusat untuk membantu mengurai kemacetan yang kian parah.

Dengan demikian, kemacetan di Jalan TB Simatupang dipicu proyek pipanisasi air minum, pembangunan instalasi limbah, dan utilitas terpadu yang berlangsung bersamaan. Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan lajur sehingga arus lalu lintas menjadi tersendat parah.

Pemerintah menerapkan rekayasa lalu lintas dan mengimbau penggunaan transportasi umum sebagai langkah sementara. Namun, solusi permanen menunggu keterlibatan Pemerintah Pusat dan rampungnya proyek pada akhir 2025.