Periskop.id- Provinsi DKI Jakarta mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 4,96% pada kuartal ketiga tahun 2025. Capaian ini menunjukkan pemulihan dan stabilitas ekonomi kota dengan inflasi yang sangat terjaga, sekalipun masih di bawah capaian pertumbuhan ekonomi nasional di periode yang sama yang tercatat sebesar 5,04% year on year (YoY).

“Dari Executive Summary, kuartal III 2025, Jakarta tercatat pertumbuhannya 4,96% yang menunjukkan pemulihan dan stabilitas ekonomi kota dengan inflasi yang sangat terjaga,” kata Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo dalam konferensi pers APBD DKI di Balai Kota, Jumat (21/11). 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, nilai produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) Jakarta pada kuartal III 2025 mencapai Rp563,22 triliun, naik 4,96% dibanding kuartal III tahun lalu (year-on-year/yoy).

Berdasarkan lapangan usaha, penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan paling tinggi hingga 9,55% (yoy), diikuti transportasi dan pergudangan yang naik 9,06% (yoy) dan jasa perusahaan 8,58% (yoy).

Sementara jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, pertumbuhan yang dialami lapangan usaha jasa pendidikan merupakan yang tertinggi dengan 1,23% poin. Adapun lapangan usaha dengan nilai PDRB harga konstan tertinggi adalah perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor yang mencapai Rp91,11 triliun. Sedangkan berdasarkan harga berlaku sebesar Rp179,05 triliun. 

Pramono menjelaskan, kinerja investasi di Jakarta juga mengalami kenaikan yang signifikan menjadi Rp204,13 triliun. Menurut Pramono, hal ini menunjukkan bahwa para pelaku dunia usaha memberikan kepercayaan kepada Pemerintah Provinsi Jakarta pada periode ini.

Stabilitas ini, lanjutnya, juga menjadi fondasi dasar bagi Jakarta untuk terus menjalankan berbagai program prioritas yang akan dilakukan ke depannya. Pramono menyampaikan, inflasi DKI Jakarta tercatat sebesar 2,69%, lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 2,86%.

Hal ini, kata Pramono membuktikan, harga barang dan jasa di Jakarta relatif terkendali dan stabilitas pasokan juga terjaga dengan sangat baik. Untuk itu, Pramono mengapresiasi jajarannya.

Keberhasilan ini tidak luput dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang selama ini bekerja dengan baik dan bersinergi bersama-sama dengan pemerintah daerah, DPRD Jakarta, pelaku usaha, distributor, hingga perangkat daerah yang memastikan pasokan tetap tersedia.

Dampak Kerusuhan

Sebelumnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jakarta mengemukakan laju pertumbuhan ekonomi Jakarta pada kuartal III-2025 cenderung melambat. Hal ini menurutnya dipengaruhi berbagai sebab, salah satunya kerusuhan pada akhir Agustus lalu.

Ekonomi Jakarta kuartal III-2025 dibandingkan dengan kuartal III-2024 tumbuh sebesar 4,96% (yoy), lebih rendah dari kuartal II-2025 terhadap kuartal II-2024 yang tumbuh sebesar 5,18% (y-on-y).

"Kerusuhan itu menyebabkan dampak terhadap aktivitas ekonomi Jakarta terhambat cukup signifikan sehingga tumbuh 4,96%. Tutupnya mal-mal, transaksi-transaksi perdagangan benar-benar anjlok," kata Iwan Setiawan beberapa waktu lalu. 

Iwan mencatat kerusuhan juga menyebabkan kerusakan infrastruktur dan hilangnya potensi pendapatan pemerintah, akibat tak ada mobilitas selama beberapa hari. Akibatnya, konsumsi masyarakat melambat serta penundaan investasi maupun ekspansi usaha oleh pelaku usaha.

"Dampak lanjutannya, orang mengurangi pengeluaran dan investasi berkurang," imbuhnya. 

Hal ini tercermin dari komponen Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,01% (yoy), melambat dari kuartal sebelumnya sebesar 5,18% (yoy). Sementara investasi tumbuh 3,67% (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya sebesar 5,50% (yoy).

Iwan mengatakan, perlambatan laju pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi pola konsumsi masyarakat yang lebih rendah, sejalan dengan berakhirnya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Termasuk normalisasi mobilitas masyarakat usai libur anak sekolah, serta minimnya hari libur nasional di kuartal III 2025.

Seiring dengan itu, konsumsi pemerintah menjadi penopang utama pertumbuhan dengan laju pertumbuhan 20,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya (5,16%; yoy).

Hal ini dipengaruhi oleh dibukanya blokir anggaran oleh Pemerintah Pusat terkait kebijakan efisiensi, sehingga realisasi belanja barang, subsidi dan bantuan sosial (bansos) mencatat akselerasi. "Kita harus memberikan apresiasi kepada Pemerintah DKI Jakarta karena pengeluaran itu yang menahan perlambatan ekonomi," kata Iwan.