periskop.id - Pada pembukaan perdagangan Kamis (13/11) di Jakarta, nilai tukar rupiah tercatat melemah 7 poin atau 0,04 persen ke level Rp16.724 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.717 per dolar AS. Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menilai pelemahan ini terjadi di tengah optimisme pasar terhadap kemungkinan terselesaikannya penutupan pemerintah AS.

“Potensi resolusi penutupan Pemerintah AS mendorong investor untuk beralih kembali ke aset berdenominasi dolar AS,” ujar Josua, dikutip Antara, Kamis (13/11).

Melansir Anadolu, Gedung Putih pada Rabu (12/11) menyatakan optimisme bahwa penutupan pemerintah akan segera berakhir pada Kamis malam waktu AS. Para anggota parlemen disebut sudah siap mengirimkan kesepakatan pendanaan ke meja Presiden Trump. Juru Bicara Presiden AS, Karoline Leavitt, menyebut Trump kemungkinan menandatangani RUU terkait pendanaan menjadi undang-undang di hadapan wartawan.

Dewan Perwakilan Rakyat dijadwalkan memberikan suara atas kesepakatan pendanaan tersebut pukul 19.00 waktu setempat (23.00 GMT), setelah Senat sebelumnya menyetujuinya dengan perbandingan suara 60-40. 

Kesepakatan ini akan menjaga pendanaan pemerintah pada level sebelumnya hingga 30 Januari, sekaligus mencakup tiga paket alokasi dana tahunan yang memprioritaskan lembaga penting dan mempekerjakan kembali pegawai federal yang terdampak penutupan pemerintah.

Josua juga menambahkan, para investor tengah menantikan pernyataan beberapa pejabat The Fed, termasuk John Williams. “Pernyataan mereka diharapkan dapat memperjelas arah kebijakan The Fed, terutama untuk pertemuan FOMC Desember 2025 mendatang,” jelasnya.

Situasi ini diperparah oleh ketidakpastian data ekonomi AS. Gedung Putih mengumumkan bahwa data Indeks Harga Konsumen (IHK) dan tingkat pengangguran Oktober 2025 kemungkinan tidak akan dirilis karena penutupan pemerintah masih berlangsung. Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) pun belum memberikan klarifikasi, sehingga memicu kekhawatiran pasar.

“Tidak adanya data ekonomi utama dapat mempersulit keputusan kebijakan Fed dalam pertemuan FOMC Desember 2025,” kata Josua.