periskop.id - Mata uang rupiah pada perdagangan Senin (08/12/25) sore ini ditutup melemah 47 poin, setelah sebelumnya sempat menyentuh pelemahan 55 poin di level Rp16.695 dari penutupan sebelumnya di Rp16.648. Sepanjang perdagangan sore ini, rupiah bergerak fluktuatif di kisaran Rp16.690–Rp16.730.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, pergerakan rupiah dipengaruhi oleh dinamika eksternal maupun kondisi domestik. Dukungan pasar datang dari ekspektasi kuat bahwa Federal Reserve AS akan memangkas suku bunga akhir pekan ini.

“Tanda-tanda perlambatan ekonomi di AS baru-baru ini, termasuk indikator ketenagakerjaan yang lebih lemah, telah mendorong kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi sekitar 85 persen," kata Ibrahim Assuaibi, Senin (8/12).

Menurutnya, ekspektasi ini meningkatkan harapan bahwa biaya pinjaman lebih rendah dapat mendukung pertumbuhan global dan ekuitas. Namun, Ibrahim menekankan kehati-hatian pasar.

Optimisme ini sedikit diredam karena beberapa pejabat Fed mengisyaratkan bahwa pemangkasan suku bunga pada bulan Desember masih jauh dari pasti. Ketua Federal Reserve Jerome Powell sebelumnya menekankan bahwa keputusan yang akan datang 'bukanlah suatu kepastian, jauh dari itu,' sehingga investor tetap waspada terhadap potensi kejutan yang bersifat hawkish.

Selain faktor eksternal, kondisi domestik juga menjadi sorotan. Indikator ekonomi terkini menunjukkan ketahanan aktivitas domestik menjelang akhir 2025. 

“Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur berada di level ekspansif 53,3, sementara inflasi stabil di 2,7 persen, memberikan ruang bagi pemulihan ekonomi pada tahun depan," ujar Ibrahim. 

Ia menambahkan, kombinasi indikator ini menjadi sinyal awal bahwa perekonomian Indonesia tetap tangguh memasuki 2026. Ibrahim juga menyoroti peran kebijakan fiskal dan moneter.  Ketahanan ekonomi ditopang oleh kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif sepanjang 2025. Dorongan konsumsi tercermin pada pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 sebesar 5,04%, sementara inflasi rendah menegaskan daya beli masyarakat masih terjaga.

Terkait mandat baru Bank Indonesia, Ibrahim menjelaskan draf Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) memberi mandat kepada Bank Indonesia untuk meracik bauran kebijakan yang mampu menciptakan iklim ekonomi kondusif bagi pertumbuhan sektor riil dan penciptaan lapangan kerja.

Pasal 7 UU P2SK menegaskan bahwa BI bertugas menjaga stabilitas rupiah, sistem pembayaran, dan stabilitas keuangan untuk menopang pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dengan kondisi ini, Ibrahim memproyeksikan prospek ekonomi positif untuk 2026. 

"Pertumbuhan ekonomi 2026 diperkirakan lebih baik dibandingkan 2025, didukung konsumsi rumah tangga, pemulihan investasi, serta kebijakan fiskal yang lebih ekspansif. Program strategis pemerintah dan BI diperkirakan memberi efek berantai terutama ke sektor manufaktur, industri pengolahan, dan sektor padat karya,” pungkas dia.