Periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penjelasan mendalam terkait pengembalian uang oleh pemilik biro perjalanan haji Uhud Tour, Khalid Basalamah, dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Menurut KPK, uang yang disita dari Khalid Basalamah bukanlah suap, melainkan hasil pemerasan yang dilakukan oleh oknum di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag), sebagaimana dilaporkan oleh Antara, Jumat (19/9).

"Jadi itu sebetulnya bukan suap, karena inisiatifnya dari si oknum dari Kemenag. ‘Kamu kalau mau berangkat tahun ini, bayar dong uang percepatannya.’ Itu sudah memeras," ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9) malam.

Asep menjelaskan bahwa uang tersebut disita sebagai bukti adanya praktik jual-beli kuota haji khusus. 

"Penyidik sita dari ustaz Khalid Basalamah sebagai bukti bahwa memang di dalam pembagian kuota ini ada sejumlah uang yang diminta oleh oknum dari Kemenag. Jadi, setidaknya pembagian kuota itu tidak terjadi begitu saja,” tambahnya.

Kronologi dan Detail Transaksi

Sebelumnya, Khalid Basalamah—yang juga menjabat sebagai ketua asosiasi biro perjalanan haji Mutiara Haji—mengungkapkan di kanal YouTube Kasisolusi pada 13 September 2025 bahwa ia telah kembalikan uang terkait kasus tersebut.

Ia menjelaskan, uang tersebut adalah biaya per jemaah Uhud Tour yang berjumlah 122 orang, yang dibayarkan kepada Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud. Setiap jemaah diharuskan membayar US$4.500. Selain itu, 37 dari 122 jemaah diminta membayar uang tambahan sebesar US$1.000. Apabila uang tambahan ini tidak dibayarkan, visa mereka tidak akan diproses.

KPK menduga oknum Kemenag membujuk Khalid Basalamah untuk beralih dari haji furoda ke haji khusus dengan iming-iming bisa berangkat pada tahun yang sama, asalkan ada uang percepatan sebesar US$2.400 per kuota. 

Asep menyebut permintaan uang tersebut dilakukan secara berjenjang melalui perantara biro perjalanan haji. Setelah masa ibadah haji berakhir, uang yang telah dibayarkan kepada Ibnu Mas'ud tersebut dikembalikan.

Asep menambahkan bahwa Khalid Basalamah mengembalikan uang tersebut secara bertahap dalam bentuk mata uang asing, dolar Amerika Serikat, karena uang tersebut disimpan di perbankan. Namun, Asep belum bisa mengonfirmasi jumlah final uang yang telah dikembalikan.

Status Uang dan Penyelidikan Lanjutan

KPK memandang perlu menyita uang tersebut sebagai barang bukti karena masih berada di tangan Khalid Basalamah dan belum dikembalikan kepada jemaah. Mengenai nasib uang tersebut, Asep menyatakan keputusannya akan ditentukan oleh majelis hakim di persidangan.

"Saat sudah dibawa ke persidangan, kami tunggu nih putusan dari hakim. Vonis hakim mengenai putusannya terhadap uang tersebut apakah dirampas untuk negara atau dikembalikan," ujarnya. 

Jika diputuskan untuk dikembalikan, uang tersebut akan diberikan kepada jemaah yang bersangkutan.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini bermula dari penyelidikan KPK pada 7 Agustus 2025, yang kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025. KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, dan memperkirakan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Selain itu, Pansus Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024, terutama terkait pembagian kuota tambahan 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi 50/50 antara haji reguler dan khusus, hal yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.